Liputan6.com, Bandung - Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengingatkan masyarakat di Kecamatan Bungbulang, Kabupaten Garut, Jawa Barat (Jabar) untuk mengantisipasi potensi longsor susulan usai terjadinya bencana gerakan tanah di Kampung Tutugan RT 03 RW 03, Dusun Honjewarak, Desa Gunung Jampang, pada 8 Mei 2025 lalu.
Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, berdasarkan analisis geologi dengan data sekunder, gerakan tanah ini sudah berlangsung sejak tahun 1989 dan terjadi kembali pada tahun 2025.
"Berdasarkan laporan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut, gerakan tanah berupa rayapan yang ditandai dengan munculnya retakan pada permukaan tanah dan bangunan," jelas Wafid ditulis Kamis (29/5/2025).
Wafid mengatakan gerakan tanah ini bergerak lambat namun sering menimbulkan dampak yang luas. Pada area sawah gerakan tanah menimbulkan beberapa retakan berarah Timur Laut-Barat Daya dengan panjang 11 - 28 meter, nendatan sedalam 2 cm - 30 cm dan lebar rekahan 15 - 35 cm. Selain itu terdapat juga retakan berarah Barat Laut Tenggara dengan panjang kurang lebih 70 meter.
Akibatnya 38 rumah warga rusak disertai munculnya retakan pada area sawah milik masyarakat. Area sawah yang mengalami retakan dilaporkan kini sudah dikeringkan.
"Masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di lokasi bencana agar meningkatkan kewaspadaan terutama pada saat hujan," ungkap Wafid.
Wafid menyarankan agar segera melakukan perbaikan pada rumah yang mengalami kerusakan. Namun masyarakat harus melakukan pemantauan menerus terhadap perkembangan retakan dan nendatan.
Jika terjadi pekembangan yang menerus pada retakan yang telah ada dan muncul rembesan air baru atau hilangnya mata air lama atau ada perubahan mata air dari bening menjadi keruh agar segera mengungsi dan melaporkan ke pemerintah daerah setempat.
"Jika retakan berkembang dan meluas ke arah pemukiman, maka pemukiman yang rusak sebaiknya direlokasi ke tempat yang lebih aman," kata Wafid.
Wafid menyampaian saluran air harus dijaga agar tidak masuk kedalam zona retakan yang sudah terbentuk.
Diperlukan pula pengendalian air permukaan (surface drainage) yang kedap air dengan cara perencanaan tata saluran permukaan, pengendalian air rembesan (sub surface drainage serta pengaliran parit pencegat yang diarahkan langsung ke sungai utama.
"Menutup retakan dengan tanah liat dan dipadatkan untuk memperlambat masuknya air kedalam tanah. Aktivitas ini agar dilakukan dengan selalu memperhatikan kondisi cuaca dan faktor keselamatan," ucap Wafid.
Wafid menegaskan daerah Bungbulang, Kabupaten Garut rawan terjadi gerakan tanah lambat sehingga diperlukan adaptasi lokal (kearifan lokal) dilokasi ini dengan bangunan berupa rumah panggung atau bukan permanen dan bukan konstruksi rigid.
Wafid menambahkan konstruksi tembok atau permanen dan lantai keramik, jika terjadi gerakan tanah walaupun bergerak lambat akan terbentuk retakan pada dinding, kolom dan lantai, serta bangunan berisiko roboh.
"Tidak melakukan pengembangan pemukiman pada area terdampak pergerakan tanah," ucap Wafid. Daerah di Bungbulang, Kabupaten Garut merupakan area pergerakan tanah dengan pergerakan lambat. Sehingga tataguna lahan yang memerlukan banyak air seperti sawah, kolam ikan tidak cocok untuk daerah ini.
Wafid meminta masyarakat untuk menghambat pergerakan tanah agar merubah pola tanam dan lahan yang memerlukan banyak air seperti pesawahan maupun kolam.
"Mengatur lahan pesawahan di sekitar pemukiman dengan diselang seling oleh tanaman palawija untuk mengurangi tingkat kejenuhan tanah atau ditanami pohon yang kuat berakar dalam untuk menahan lereng," tutur Wafid.
Cara lainnya agar meninimalisir terjadinya gerakan tanah yakni menanami lereng dengan tanaman berakar kuat dan dalam yang mampu mengikat tanah. Tak hanya itu, peningkatan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah harus terus dilakukan.
"Masyarakat agar selalu mengikuti arahan dari aparat pemerintah setempat dan BPBD," ucap Wafid.