Makna Mendalam Tato bagi Suku Mentawai

4 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah lebatnya hutan hujan tropis dan tenangnya aliran sungai Siberut, Sumatera Barat hidup sebuah masyarakat adat yang menyimpan kekayaan budaya luar biasa yakni Suku Mentawai.

Diketahui, Suku Mentawai yang paling mencolok dan menggugah rasa ingin tahu dunia luar adalah tato tradisional yang dikenal dengan sebutan titi. Namun, bagi masyarakat Mentawai, tato bukanlah sekadar ornamen estetika yang memperindah tubuh.

Ia adalah manifestasi hidup dari identitas, simbol status sosial, hubungan dengan alam semesta, dan bentuk komunikasi spiritual yang diwariskan secara turun-temurun. Setiap guratan tinta di kulit mereka menyimpan cerita, filosofi, dan makna eksistensial yang mendalam, mencerminkan cara pandang hidup masyarakat Mentawai yang sangat erat dengan semesta di sekeliling mereka.

Motif-motif tato yang terpatri di tubuh para anggota suku Mentawai bukanlah hasil dari pilihan sembarangan atau tren masa kini, melainkan merupakan representasi dari berbagai aspek kehidupan mereka.

Hewan-hewan buruan seperti babi hutan, rusa, dan burung, kerap menjadi simbol kekuatan, kecakapan berburu, serta penghormatan terhadap roh hewan yang diyakini telah memberikan hidup mereka untuk manusia.

Selain itu, motif-motif daun, ranting, dan aliran sungai juga banyak ditemui dalam tato Mentawai, sebagai wujud hubungan spiritual dengan alam yang menjadi sumber kehidupan mereka.

Tato tersebut merupakan bagian dari filosofi Arat Sabulungan, sebuah sistem kepercayaan lokal yang menekankan keseimbangan antara manusia, alam, dan roh-roh leluhur.

Dengan menato tubuh mereka, masyarakat Mentawai percaya bahwa mereka sedang menciptakan harmoni dan menyelaraskan diri dengan kekuatan alam dan dunia tak kasat mata.

Simak Video Pilihan Ini:

Polisi Bongkar Alat Ukur BMM di SPBU Pemalang, Apa Temuannya?

Status Sosial

Lebih dari sekadar hiasan, tato Mentawai juga menjadi penanda penting status sosial dan tahapan kehidupan. Proses penatoan tidak bisa dilakukan sembarangan, melainkan hanya oleh seorang sipatiti, yakni ahli tato yang memiliki pengetahuan spiritual dan teknik tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Seorang anak laki-laki tidak bisa langsung memiliki tato seperti pria dewasa; ada tahapan dan ritus inisiasi tertentu yang harus dilalui. Demikian juga dengan perempuan, yang biasanya memiliki motif lebih halus dan simbolik, menandakan peran mereka dalam kehidupan sosial dan spiritual komunitas.

Setiap bagian tubuh yang ditato juga memiliki arti tersendiri tangan, dada, punggung, hingga kaki semuanya menandai perjalanan hidup, pencapaian, atau pengabdian kepada komunitas dan roh leluhur.

Tato bahkan dipercaya menjadi penuntun roh seseorang setelah kematian agar dapat dikenali oleh para leluhur di alam baka, dan karenanya, ia menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas spiritual seseorang.

Namun, seiring modernisasi dan derasnya pengaruh budaya luar, eksistensi tato Mentawai sempat berada di ujung tanduk. Pada masa-masa tertentu, terutama pada era kolonial dan pasca kemerdekaan, budaya tato dianggap kuno, bahkan dianggap tidak beradab oleh sebagian masyarakat luar.

Banyak generasi muda Mentawai yang akhirnya enggan untuk melanjutkan tradisi ini karena stigma dan tekanan sosial dari luar komunitas mereka. Meski begitu, beberapa tokoh adat dan pelaku budaya tetap gigih menjaga nyala tradisi ini tetap hidup.

Kini, dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya lokal, tato Mentawai mulai kembali mendapatkan tempatnya yang layak, bukan hanya sebagai artefak budaya, melainkan sebagai bentuk perlawanan terhadap pelupaan identitas dan eksploitasi nilai-nilai tradisional.

Ketika seseorang dari suku Mentawai menato tubuhnya, itu artinya ia sedang menulis kisah hidupnya dengan bahasa yang hanya bisa dibaca oleh mereka yang memahami kedalaman budaya dan spiritualitasnya.

Di dunia yang semakin seragam dan terstandarisasi ini, tato Mentawai hadir sebagai pengingat bahwa keberagaman budaya bukan hanya harus dihargai, tapi juga dijaga agar tetap lestari dan hidup.

Penulis: Belvana Fasya Saad

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |