Jam Gadang, Penjaga Waktu Hingga Saksi Bisu Sejarah Perjuangan di Jantung Bukittinggi

5 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah sejuknya udara perbukitan dan keramahan masyarakat Minangkabau, berdiri tegak sebuah monumen megah yang menjadi ikon kebanggaan Sumatera Barat. Nama Jam Gadang sendiri dalam bahasa Minang berarti "jam besar," dan memang demikian adanya.

Dengan tinggi mencapai 27 meter, bangunan ini menjulang gagah di tengah Kota Bukittinggi, dikelilingi taman dan hiruk pikuk aktivitas wisatawan yang mengabadikan momen di depannya. Namun Jam Gadang bukan sekadar penunjuk waktu raksasa atau latar swafoto yang estetik.

Di balik keanggunannya yang sederhana, tersimpan kisah panjang yang tak bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Jam Gadang menjadi saksi bisu dari masa penjajahan, titik awal kemerdekaan, hingga era pembangunan.

Dirangkum dari berbagai sumber, jam Gadang menjadi tempat pengibaran bendera merah putih pertama di Bukittinggi sesaat setelah berita proklamasi kemerdekaan tersiar. Momen itu menjadikan menara jam ini sebagai simbol keberanian dan harapan masyarakat Minang dalam menyambut Indonesia yang merdeka.

Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada controleur (semacam pejabat pengawas) di wilayah Fort de Kock, nama lama Bukittinggi saat masa kolonial. Arsitekturnya unik karena dibangun tanpa menggunakan besi penyangga dan semen, melainkan hanya menggunakan campuran kapur, putih telur, dan pasir.

Gaya bangunannya pun mengalami perubahan seiring waktu, mencerminkan dinamika sejarah bangsa. Awalnya, menara ini memiliki atap bergaya Eropa dengan ornamen khas kolonial.

Lalu, saat pendudukan Jepang, atapnya diubah menjadi menyerupai pagoda. Setelah Indonesia merdeka, bentuk atapnya kembali disesuaikan dengan budaya lokal, atap bergonjong empat seperti rumah adat Minangkabau.

Setiap perubahan bentuk arsitektur Jam Gadang mencerminkan kekuasaan yang tengah berkuasa pada zamannya sebuah transformasi yang membuat monumen ini tak hanya sebagai penjaga waktu, tetapi juga penanda perubahan zaman yang signifikan.

Simak Video Pilihan Ini:

Begal Watukumpul Pemalang Tertangkap, Ini Motifnya

Wisata Sejarah

Fungsi strategis Jam Gadang sebagai pusat kota juga menjadikannya tempat berlangsungnya berbagai peristiwa penting. Selain pengibaran bendera setelah kemerdekaan, lapangan di sekitarnya kerap digunakan untuk menggelar pidato-pidato perjuangan, rapat akbar, dan bahkan demonstrasi selama masa kolonial dan pascakemerdekaan.

Letaknya yang berada di jantung kota membuatnya mudah diakses oleh masyarakat luas. Bahkan pada masa agresi militer Belanda, kawasan sekitar Jam Gadang menjadi titik vital karena kedekatannya dengan pusat pemerintahan dan militer. Di masa revolusi fisik, suara lonceng Jam Gadang kerap dijadikan penanda waktu bagi para pejuang untuk menyusun strategi dan menyampaikan informasi. Karena itu, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa Jam Gadang telah menjadi nadi kehidupan sosial dan politik Bukittinggi sejak awal pembangunannya hingga kini.

Lebih dari sekadar benda mati, Jam Gadang adalah simbol kekuatan kolektif masyarakat Minangkabau yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat, agama, dan perjuangan. Tak heran jika hingga saat ini, masyarakat Bukittinggi dan sekitarnya menjaga dan merawat menara ini dengan penuh cinta dan hormat.

Bahkan, perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia di kota ini terasa belum lengkap tanpa adanya upacara atau kegiatan simbolis di sekitar Jam Gadang. Tempat ini pun kerap dijadikan panggung utama dalam berbagai festival budaya, seperti Festival Tabuik, Festival Budaya Minangkabau, hingga pertunjukan seni tradisi seperti randai dan silek (silat).

Aura sejarah yang melingkupi Jam Gadang membuat setiap peristiwa di sekitarnya terasa memiliki makna yang nasionalism seolah-olah semangat perjuangan dan nasionalisme masih menggema dari tiap detik yang berdentang dari puncak menara tersebut. Sebagai destinasi wisata unggulan, Jam Gadang menjadi magnet bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.

Daya tariknya tidak hanya berasal dari nilai sejarah, tetapi juga dari estetika kawasan sekitarnya yang dirancang ramah pejalan kaki, lengkap dengan bangku taman, kios suvenir, serta berbagai kuliner khas Minangkabau seperti nasi kapau, sate padang, dan karupuak sanjai.

Saat malam tiba, lampu-lampu warna-warni menghiasi menara ini dan memberikan nuansa romantis yang memikat. Namun di balik semua itu, nilai terpenting dari Jam Gadang adalah kesadarannya sebagai monumen yang merekam denyut nadi bangsa, dari masa kelam penjajahan hingga terang cahaya kemerdekaan.

Bagi siapa pun yang berkunjung ke Bukittinggi, mampir ke Jam Gadang bukan sekadar aktivitas wisata, melainkan sebuah ziarah budaya dan sejarah perenungan akan masa lalu yang membentuk masa kini dan masa depan bangsa Indonesia.

Penulis: Belvana Fasya Saad

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |