Banyak Dikritik Masyarakat, Ingat Lagi Aturan Penggunaan Sirine dan Strobo di Jalan

3 weeks ago 25

Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan sirine dan strobo serta rotator kini banyak dikritik oleh masyarakat. Bahkan, Korlantas Polri, telah mengeluarkan kebijakan terkait pembekuan sirine dan strobo dalam kegiatan pengawalan kendaraan pejabat yang dianggap tidak mendesak atau bukan prioritas.

"Saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu," tutur Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho di Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada Jumat (22/9/2025) lalu.

Penggunaan sirine, strobo, dan rotator ini memang dianggap mengganggu, terlebih dengan suara bising dan kilatan lampu yang kerap digunakan berlebihan di jalan raya.

Lalu, sejatinya, bagaimana sih aturan terkait penggunaana sirine dan strobo di jalan raya?

Penggunaan sirine dan strobo pada kendaraan di Indonesia sedianya diatur secara ketat untuk menjaga ketertiban dan keselamatan lalu lintas. Hanya kendaraan tertentu yang memiliki hak prioritas diperbolehkan menggunakan perangkat ini. Aturan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Pasal 59 UU LLAJ secara spesifik mengatur penggunaan lampu isyarat dan sirene. Hanya kendaraan bermotor untuk kepentingan tertentu yang bisa dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene. Penggunaan sirine dan strobo yang tidak sesuai dengan ketentuan dapat dikenakan sanksi pidana.

Selain itu, lampu-lampu mengkilat dan berwarna-warni nyatanya juga memiliki arti dan isyarat tertentu yang dibagi menjadi merah, biru, dan kuning. Ketiganya memiliki fungsi berbeda:

  • Warna Merah atau biru dengan sirene, berarti kendaraan itu memiliki hak utama, seperti polisi (biru + sirene), kendaraan tahanan, pengawalan TNI, ambulans, pemadam kebakaran, palang merah, tim penyelamat, hingga mobil jenazah (merah + sirene).
  • Sementara warna Kuning tanpa sirene, hanya sebagai peringatan, bukan prioritas. Biasanya dipakai kendaraan patroli tol, pengawasan sarana/prasarana jalan, derek, perawatan fasilitas umum, hingga angkutan barang khusus.

Sanksi dan Denda

Payung hukum berikutnya adalah Pasal 287 Ayat (4) UU LLAJ yang menegaskan, pengendara pelanggar aturan penggunaan sirene atau lampu isyarat dapat dikenai sanksi pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda maksimal Rp250 ribu. Termasuk kendaraan pribadi yang memasang strobo atau sirene tanpa hak, jelas termasuk pelanggaran hukum.

Undang-Undang itu juga melarang penggunaan perlengkapan sirine, strobo dan rotator jika berpotensi mengganggu keselamatan lalu lintas sebagaimana diatur dalam Pasal 58 UU LLAJ yang berbunyi Kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan dilarang dipasangi perlengkapan lain yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas.

Pasal ini menjadi dasar hukum larangan pemasangan perlengkapan tambahan (misalnya strobo, sirene, atau aksesori lain) pada kendaraan pribadi yang tidak sesuai peruntukannya, karena berpotensi membahayakan pengguna jalan lain.

Kemudian dalam Pasal 134 UU LLAJ dijelaskan, hanya kendaraan tertentu yang memiliki hak utama di jalan. Kendaraan yang wajib didahulukan meliputi kendaraan pemadam kebakaran yang sedang bertugas, ambulans yang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, kendaraan pimpinan lembaga negara dan pejabat negara asing dan iring-iringan pengantar jenazah.

Jika ada di luar dari kendaraan-kendaraan dengan ketentuan tersebut melakukan pelanggaran terkait penggunaan sirine dan strobo, tentu akan mendapatkan sanksi pidana. SepertiS sanksi pidana untuk penggunaan sembarangan dan denda maksimal Rp 250.000 dan pelepasan perangkat rotator atau strobo.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |