Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street beragam pada perdagangan Rabu, 30 April 2025. Indeks S&P 500 naik tipis di tengah serangkaian perdagangan yang bergejolak. Hal ini setelah data menunjukkan ekonomi Amerika Serikat (AS) berkontraksi pada kuartal pertama dan kekhawatiran investor terhadap resesi yang meningkat.
Mengutip CNBC, Kamis (1/5/2025), indeks S&P 500 naik 0,15% ke posisi 5.569,06. Indeks Nasdaq susut 0,09% hingga ditutup ke posisi 17.446,34. Indeks Dow Jones bertambah 141,74 poin atau 0,35% ke posisi 40.669,36.
Sementara S&P 500 dan Dow akhirnya mencatatkan hari kemenangan ketujuh berturut-turut, investor mengalami sesi yang sulit. Pada titik terendahnya, S&P 500 turun hampir 2,3%, sementara Dow turun lebih dari 780 poin.
Sepanjang April 2025, indeks acuan di wall street cenderung tertekan. Indeks S&P 500 melemah 0,8%. Indeks Dow Jones terpangkas 3,2% selama April 2025. Indeks acuan tersebut alami penurunan dalam tiga bulan berturut-turut. Indeks Nasdaq naik hampir 0,9%.
Produk Domestik Bruto (PDB) AS pada kuartal pertama menurun 0,3%, Departemen Perdagangan mengatakan pada Rabu, realisasi pertumbuhan ekonomi AS itu berbeda dari sebelumnya catat pertumbuhan 2,4% pada kuartal keempat.
Beberapa pelaku pasar mencatat angka pertumbuhan ekonomi condong oleh lonjakan impor sebesar 41% pada kuartal terakhir karena perusahaan berusaha untuk mendahului tarif Presiden AS Donald Trump. Laporan tersebut juga menunjukkan perlambatan besar dalam belanja konsumen dan penurunan belanja pemerintah di tengah pemotongan DOGE oleh Elon Musk.
Data lain menunjukkan ekonomi yang masih bertahan. Belanja konsumen pada kuartal pertama tumbuh pada kecepatan kuartalan paling lambat sejak 2023. Laporan terpisah menunjukkan bahwa belanja naik 0,7% pada bulan Maret, melampaui 0,5% yang diharapkan para ekonom.
April yang Sulit
Dalam sebuah posting di Truth Social, Trump menyalahkan "Biden 'Overhang'" setelah angka PDB yang lemah, memberi tahu orang-orang untuk "BERSABAR!!!" dan bahwa kebijakannya "akan memakan waktu cukup lama" untuk berlaku.
"Rangkaian pembalikan kebijakan yang berkelanjutan telah menyebabkan tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi bagi bisnis dan investor," kata Head of Investment Strategy Global X ETFs, Scott Helfstein.
"Laporan ini seharusnya menjadi peringatan dini bagi pemerintahan baru, tetapi mungkin kesediaan mereka untuk menimbulkan kesulitan ekonomi dalam mengejar tujuan jangka panjang diremehkan,” ia menambahkan.
Pengumuman tarif "timbal balik" Trump yang menyeluruh pada 2 April membuat pasar saham terpuruk, dengan S&P 500 turun lebih dari 11% pada satu titik selama sebulan dan turun hampir 20% dari rekornya pada Februari. Pemulihan terjadi saat Trump mencabut bea yang lebih ketat.
Penutupan IHSG pada 30 April 2025
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat pada perdagangan Rabu sore ini. Penguatan IHSG ini mengikuti kenaikan bursa saham kawasan Asia. Pada Rabu (30/4/2025), IHSG ditutup menguat 17,73 poin atau 0,26 persen ke posisi 6.766,80. Sementara indeks LQ45 naik 4,32 poin atau 0,57 persen ke posisi 761,51.
"Sentimen eksternal dan internal menopang penguatan indeks IHSG," ujar Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus dikutip dari Antara.
Dari mancanegara, bursa regional Asia bergerak menguat dibayangi progres proses negosiasi tarif dagang dan juga aktivitas manufaktur dan nonmanufaktur China yang mengecewakan.
Pelaku pasar tetap berhati-hati di tengah sinyal yang saling bertentangan dari Amerika Serikat (AS) dan China tentang kemajuan yang telah dicapai dalam meredakan sengketa perdagangan yang mengancam pertumbuhan global.
Presiden AS Donald Trump telah menandatangani tarif otomotif dari tarif impor, sehingga mengurangi beban tarif secara keseluruhan. Produsen mobil yang sudah membayar tidak akan dikenakan tarif tambahan.
Trump bersama Menteri Keuangan Scott Bessent dan Menteri Perdagangan Howard Lutnick menyatakan bahwa AS telah berhasil mencapai kesepakatan dagang yang menguntungkan dengan berbagai negara di Asia.
Data Ekonomi China
Selain itu, pernyataan Scott Bessent tentang kemajuan substansial negosiasi tarif, dan kesepakatan akan segera terjadi untuk India dan Korea Selatan. Pelaku pasar berharap ini akan menjadi putaran baru perubahan kebijakan tarif dagang untuk meredakan ketegangan bilateral.
Dari China, PMI Manufaktur NBS resmi China turun menjadi 49,0 pada April 2025 dari 50,5 pada Maret 2025, atau lebih rendah dari konsensus 49,8 dan PMI Non-Manufaktur NBS resmi China merosot ke 50,4 pada April 2025 dari level tertinggi tiga bulan sebesar 50,8 pada Maret, meleset dari ekspektasi pasar sebesar 50,7.
Data itu memperkuat kekhawatiran tentang dampak ekonomi yang lebih luas dari ketegangan perdagangan, terutama karena masih belum jelas apakah Beijing dan Washington secara aktif terlibat dalam negosiasi.
Sejauh ini, otoritas China menahan diri untuk tidak meluncurkan langkah-langkah stimulus yang agresif, sebaliknya memilih pendekatan yang lebih terukur dalam menanggapi dampak tarif.