Usai Rilis Kinerja 2024, Saham TOBA Enggan Beranjak dari Zona Merah

3 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Saham PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) terpantau berada di zona merah pada perdagangan hari ini, Jumat 14 Maret 2024.

Mengutip data RTI, saham TOBA terpantau susut 2,98 persen ke posisi 326 pada penutupan perdagangan Jumat, (14/3/2025). Harga saham TOBA dibuka stagnan di posisi Rp 336 per saham. Harga saham TOBA berada di level tertinggi Rp 338 dan terendah Rp 326 per saham. Total frekuensi perdagangan 1.311 kali dengan volume perdagangan 79.452 saham. Nilai transaksi Rp 2,6 miliar.

Dalam sepekan, saham TOBA telah terkoreksi 7,82 persen dan turun 18,72 persen sejak awal tahun atau secara year to date (YTD).

Belum lama ini, perseroan merilis kinerja tahun buku 2024 yang mencatatkan pertumbuhan positif. Hal ini terutama didukung oleh pertumbuhan yang positif pada segmen pengelolaan limbah serta peningkatan efisiensi operasional di segmen pertambangan.

Namun, hal itu rupanya tak cukup menjadi bahan bakar saham TOBA untuk naik. Pada tahun buku 2024, TBS mencatatkan pendapatan sebesar USD 445,6 juta dengan EBITDA yang disesuaikan mencapai USD 131,4 juta, naik sebesar 34,5% dibandingkan USD 97,7 juta pada tahun sebelumnya.

Laba Operasi (Operating Income) perusahaan meningkat sebesar 46,9% dari USD 63,9 juta menjadi USD 93,9 juta, dengan margin laba kotor meningkat menjadi 18,2%.

Perseroan juga mencatat laba bersih tahun berjalan (Net Income) sebesar USD 47,98 juta, meningkat signifikan dibandingkan USD 20,85 juta pada tahun 2023, mencerminkan solidnya kinerja Perseroan sepanjang 2025.

"Kinerja keuangan tahun 2024 ini menunjukkan bahwa strategi kami dalam melakukan transisi dari bisnis berbasis batubara menuju bisnis berkelanjutan memberikan hasil positif. Segmen pengelolaan limbah yang kini mulai matang, telah menunjukkan potensi besar dalam mendorong pertumbuhan perusahaan," jelas Presiden Direktur PT TBS Energi Utama Tbk, Dicky Yordan.

Promosi 1

Posisi TBS

Capaian ini sekaligus menegaskan posisi TBS sebagai salah satu perusahaan di Indonesia yang secara aktif bertransformasi dari bisnis berbasis batubara menuju bisnis non-fosil yang lebih ramah lingkungan, di bawah kerangka komitmen TBS 2030.

Pada 2024 juga menandai kemajuan penting dalam perjalanan TBS menuju target karbon netral pada 2030. Salah satu langkah strategis adalah penandatanganan perjanjian divestasi aset Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batubara dengan total kapasitas 200 MW, yang secara efektif akan mengurangi emisi Perseroan sebesar 80%. Kapasitas Energi Terbarukan.

Selain itu, TBS terus memperluas kapasitas energi terbarukan, dengan dimulainya konstruksi 46 MWp pembangkit listrik tenaga surya terapung, serta ekspansi signifikan dalam ekosistem motor listrik (EV) melalui anak usaha Electrum, yang pada akhir 2024 telah mengoperasikan lebih dari 4.400 unit motor listrik di Indonesia.

Langkah besar lain yang diambil Perseroan pada 2024 adalah penandatanganan perjanjian akuisisi bisnis pengelolaan limbah terintegrasi, yaitu Sembcorp Environment di Singapura. Akuisisi ini diharapkan dapat memperkuat posisi TBS sebagai pemimpin dalam industri pengelolaan limbah di tingkat regional.

"Strategi kami jelas dan terarah, yaitu terus memperkuat bisnis berbasis keberlanjutan dengan tujuan untuk menciptakan nilai jangka panjang bagi lingkungan dan seluruh pemangku kepentingan. Dengan pondasi keuangan yang solid dan eksekusi strategi yang konsisten, kami yakin dapat mewujudkan komitmen TBS2030 dengan optimal," ujar Dicky.

TBS Energi Kantongi Restu Divestasi 2 PLTU, Segini Nilainya

Sebelumnya, PT TBS Energy Utama Tbk (TOBA) menyelenggarakan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada hari ini, Kamis 14 November 2024. Dalam rapat tersebut, pemegang saham perseroan menyetujui rencana penjualan dua aset pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Perseroan melakukan divestasi dua aset PLTU dengan kapasitas total 200 MW melalui penjualan seluruh saham Perseroan (langsung maupun tidak langsung) di PT Minahasa Cahaya Lestari (MCL) dan PT Gorontalo Listrik Perdana (GLP). Nilai penjualan saham ini mencapai kurang lebih USD 144,8 juta atau sekitar Rp 2,3 triliun (kurs Rp 15.897,29 per USD), yang akan memberikan dampak positif terhadap arus kas Perseroan.

"Kita akan menerima 144 juta USD dari divestasi 2 PLTU. Kapasitas total 2 PLTU masing-masing 100 MW," ungkap Direktur TBS Energi Utama Juli Oktarina dikutip Jumat (15/11/2024).

Hasil Divestasi

Di sisi lain, hasil divestasi diharapkan bisa menambal kas perseroan seiring turunnya pendapatan dari bisnis batu bara. Informasi saja, tiga tambang batu bara perseroan yakni PT Adimitra Baratama Nusantara (ABN), PT Trisensa Mineral Utama (TMU), dan PT Indomining (IM).

"Dari tim kami sudah hitung berapa EBITDA yang harus kami gantikan (dari berhentinya tiga tambang tersebut). Makanya dengan adanya dana USD 144 juta ini, bisa mempercepat kami untuk bisa cari bisnis yang memiliki earnings, yang memiliki EBITDA untuk menggantikan bisnis PLTU dan bisnis batu bara tadi," jelas Juli.

Melalui transaksi ini, Perseroan akan memperoleh keuntungan kas disamping dari dividen yang telah diterima selama PLTU beroperasi. Namun, dari sisi pencatatan akuntansi keuangan, transaksi ini akan mencatatkan kerugian non kas sebesar kurang lebih USD 77 juta.

Hal ini disebabkan oleh standar akuntansi PSAK yang mengharuskan pencatatan dimuka atas pendapatan konstruksi pembangkit dan transmisi IPP (Independent Power Producer) dengan skema Build Own Operate Transfer (BOOT) selama 25 tahun sesuai periode Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) yang berlaku.

Oleh karena itu, nilai aset yang tercatat di buku pada saat transaksi akan mencakup pendapatan di masa depan yang belum ditagihkan kepada PLN. Direktur PT TBS Energi Utama Tbk, Juli Oktarina mengatakan, penjualan ini merupakan bagian dari strategi untuk percepatan transisi Perseroan ke bisnis berkelanjutan dan mendukung target kami untuk mencapai netralitas karbon pada 2030.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |