Tarif Impor AS Naik, Komoditas Ekspor Unggulan Lampung Bisa Terdampak

2 days ago 9

Liputan6.com, Lampung - Kebijakan tarif impor baru dari Amerika Serikat terhadap Indonesia dinilai berpotensi membawa dampak signifikan bagi perekonomian nasional, termasuk Provinsi Lampung.

Kenaikan tarif itu tidak hanya memunculkan tantangan, namun juga membuka peluang baru bagi para pelaku usaha di daerah.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bandar Lampung, Dr. Andala Rama Putra menjelaskan, meskipun Indonesia mengalami surplus perdagangan dengan AS selama tiga tahun terakhir, keputusan Presiden AS, Donald Trump, untuk menerapkan tarif tambahan harus direspons dengan cermat oleh pemerintah Indonesia.

“Lampung punya banyak komoditas unggulan seperti kopi, karet, kelapa sawit, singkong, hingga pisang. Semua ini sangat mungkin terdampak jika tarif AS meningkat, karena produk kita jadi kurang kompetitif di pasar Amerika,” ujar Dr. Andala kepada Liputan6.com, Kamis (10/4/2025).

Ia menambahkan, kenaikan tarif dapat menurunkan daya saing produk ekspor Indonesia. Harga produk menjadi lebih mahal di pasar AS, yang bisa membuat konsumen beralih ke produk dari negara lain atau produk lokal AS, sesuai kebijakan proteksionis pemerintah setempat.

“Dampaknya bisa langsung terasa pada penurunan volume ekspor, khususnya sektor tekstil, karet, dan kelapa sawit. Belum lagi ketidakpastian bisnis yang muncul akibat perubahan kebijakan secara tiba-tiba. Ini akan berpengaruh terhadap rencana produksi, investasi, hingga perdagangan jangka panjang,” ungkapnya.

Ada Peluang Positif

Namun, di balik potensi negatif tersebut, Dr. Andala juga melihat adanya peluang positif, terutama dalam hal diversifikasi pasar. Pelaku ekspor Indonesia, termasuk dari Lampung, dapat memperluas jangkauan ke negara-negara non-tradisional seperti India, Timur Tengah, Afrika, hingga Amerika Latin.

“Kalau selama ini kita terlalu bergantung pada pasar AS, ini saatnya untuk melirik alternatif lain. Selain itu, industri domestik juga perlu mulai fokus pada pengembangan produk bernilai tambah, bukan hanya ekspor bahan mentah,” terang dia.

Menurutnya, pemanfaatan teknologi, inovasi, efisiensi produksi, serta sertifikasi internasional bisa membuat produk Indonesia tetap kompetitif, meski menghadapi tarif tinggi. Pemerintah juga bisa mendorong negosiasi bilateral yang saling menguntungkan, seperti lewat kerangka kerja Indo-Pacific Economic Framework (IPEF), atau memanfaatkan skema perdagangan seperti GSP dari Uni Eropa dan perjanjian FTA kawasan seperti RCEP dan ASEAN.

Di sisi lain, sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Lampung juga perlu bersiap. Produk ekspor berbasis kerajinan dan makanan olahan bisa terdampak oleh penurunan permintaan dari AS. Oleh karena itu, hilirisasi industri menjadi langkah penting agar produk Lampung memiliki nilai jual tinggi.

“Dampaknya juga bisa terasa ke ketenagakerjaan. Jika ekspor menurun, tentu ada potensi pengurangan tenaga kerja di sektor terkait, yang kemudian memengaruhi pendapatan daerah dari sisi pajak dan retribusi,” jelas dia.

Namun begitu, dia menilai Lampung masih punya potensi besar. Keberadaan Pelabuhan Panjang memungkinkan pengiriman ekspor ke negara alternatif menjadi lebih mudah. Ini bisa dimanfaatkan untuk memperluas pasar ekspor, sekaligus mendorong penguatan hilirisasi industri kopi, sawit, singkong, hingga pisang.

“Dengan dukungan kebijakan pemerintah yang pro terhadap pelaku usaha dan sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan, Lampung bisa keluar dari ketergantungan pada ekspor mentah dan mempercepat pengembangan industri pengolahan,” dia memungkasi.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |