Tari Dames Purbalingga, Warisan Teater Tradisional Penuh Cerita dan Musik Unik

7 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta - Dames atau aplang merupakan salah satu bentuk kesenian teater tradisional yang berkembang di wilayah Purbalingga Jawa Tengah. Kesenian ini merupakan warisan budaya lokal yang menyimpan kekayaan nilai-nilai sejarah, estetika, serta fungsi sosial yang kuat di tengah masyarakat.

Dalam pertunjukannya, Dames menampilkan lakon-lakon atau cerita-cerita rakyat yang sudah dikenal luas oleh masyarakat setempat, mulai dari kisah-kisah legenda, cerita perjuangan rakyat, hingga satire sosial yang dikemas dalam bentuk dialog dan pementasan panggung yang khas.

Berbeda dengan seni teater modern yang lebih mengandalkan naskah tertulis dan struktur dramaturgi formal, Dames lebih bersifat spontan dan improvisasional, memadukan antara narasi, akting, dan musik secara organik.

Dialog-dialog dalam Dames kerap kali diselipi humor lokal yang cerdas, celetukan kritis yang menohok, serta petuah-petuah moral yang disampaikan secara halus namun mengena.

Ciri khas lain yang sangat membedakan Dames dari bentuk teater lain adalah penggunaan musik pengiring yang sederhana namun memiliki karakter kuat—biasanya terdiri dari alat musik tradisional seperti kendang, gong, seruling bambu, dan kadang rebab.

Iringan musik ini tidak hanya berfungsi sebagai latar suasana, tetapi juga menjadi bagian integral dari alur cerita, mengiringi transisi emosi dan memperkuat ekspresi para pemain.

Pertunjukan Dames biasanya digelar di ruang terbuka, seperti lapangan desa atau pelataran rumah kepala adat, dan menjadi bagian dari perayaan hajatan, ritual adat, atau kegiatan tahunan seperti bersih desa.

Kehadiran Dames dalam konteks ini bukan hanya sebagai hiburan semata, melainkan juga sebagai sarana pemersatu sosial yang mempererat solidaritas dan rasa kebersamaan warga.

Sumber Inspirasi

Dalam proses pementasan, interaksi antara pemain dan penonton menjadi sangat cair penonton tidak hanya pasif menyaksikan, tetapi juga sering terlibat secara langsung melalui celotehan, tepuk tangan, bahkan lontaran komentar yang terkadang justru direspons secara spontan oleh para pemain di atas panggung.

Relasi yang hidup ini menciptakan atmosfer yang hangat dan khas, menjadikan Dames lebih dari sekadar pertunjukan—ia adalah ruang dialog budaya yang inklusif dan hidup.

Dalam cerita-cerita yang dibawakan, Dames sering menampilkan tokoh-tokoh rakyat biasa yang harus menghadapi rintangan besar, menggambarkan perjuangan kecil yang heroik, dengan semangat gotong royong dan kecerdikan sebagai senjata utama.

Nilai-nilai lokal seperti kesetiaan, kerja keras, dan kejujuran kerap menjadi pesan moral yang disampaikan secara eksplisit maupun tersirat, menjadikan Dames sebagai wahana pendidikan karakter yang sangat relevan.

Sayangnya, dalam arus modernisasi dan globalisasi yang begitu deras, keberadaan Dames mulai mengalami tantangan serius. Generasi muda cenderung lebih tertarik pada hiburan digital yang instan, sementara dukungan institusional terhadap pelestarian kesenian tradisional ini masih sangat terbatas.

Banyak kelompok Dames yang dulu aktif kini hanya tinggal nama, dan sejumlah seniman tua yang menjadi tulang punggung pertunjukan ini telah berpulang tanpa sempat mewariskan pengetahuan mereka secara sistematis.

Hal ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi para pemerhati budaya dan pegiat seni lokal. Namun, tidak sedikit pula pihak yang mulai bangkit dan berinisiatif menghidupkan kembali kesenian ini, melalui pelatihan-pelatihan di sanggar seni, dokumentasi pertunjukan, serta kolaborasi dengan komunitas kreatif dan lembaga pendidikan.

Di beberapa sekolah dan desa wisata, Dames mulai diperkenalkan kembali sebagai bagian dari kurikulum muatan lokal maupun atraksi budaya. Upaya ini penting tidak hanya untuk mempertahankan eksistensinya, tetapi juga untuk memperkaya wawasan generasi muda mengenai akar budayanya sendiri.

Sebab, Dames bukan hanya milik masa lalu, tetapi juga memiliki potensi besar sebagai seni pertunjukan kontemporer yang unik, jika dikemas dengan cerdas tanpa kehilangan ruh aslinya. Kesenian ini mengajarkan bahwa cerita-cerita besar tidak selalu berasal dari kerajaan atau tokoh agung, tetapi bisa lahir dari kisah-kisah kecil tentang keseharian, cinta, perjuangan, dan harapan.

Dames mengajak kita untuk tidak melupakan dari mana kita berasal, dan bagaimana nilai-nilai lokal bisa menjadi sumber inspirasi yang tak ternilai. Oleh karena itu, pelestarian Dames bukan hanya tugas para seniman, tetapi juga tanggung jawab kolektif seluruh elemen masyarakat, agar warisan budaya yang sarat makna ini tetap hidup dan menginspirasi di tengah zaman yang terus berubah.

Penulis: Belvana Fasya Saad

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |