Liputan6.com, Jakarta Rencana pemerintah untuk melakukan relaksasi terhadap kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan pelaku industri elektronik nasional.
Sebagai salah satu pemain di industri tersebut, PT Sat Nusapersada Tbk (PTSN) mengungkapkan bahwa ketergantungan perusahaan terhadap aturan TKDN dan stabilitas tarif perdagangan internasional sangat krusial bagi keberlangsungan bisnis mereka.
"Ini merupakan tantangan terbesar bagi kami akhir-akhir ini, terutama karena Pak Presiden sedang berdiskusi dengan para pengusaha mengenai kemungkinan realisasi TKDN," ungkap Assistant General Manager PT Sat Nusapersada Tbk, Stanley Rocky dalam kunjungan media, Jumat (9/5/2025).
PT Sat Nusapersada Tbk saat ini membagi penjualannya secara merata antara pasar domestik dan ekspor, terutama ke Amerika Serikat dan Eropa. Ketergantungan ini menjadikan kebijakan TKDN sangat strategis. “Kalau TKDN dicabut, 50% penjualan kami bisa hilang. Jadi kami berharap TKDN tetap diberlakukan,” imbuh Stanley.
Bagaimana Kebijakan TKDN Pengaruhi Penjualan?
Gambaran jika aturan TKDN dicabut, perusahaan berpotensi kehilangan akses ke pasar domestik. Pasalnya, produsen asing bisa lebih mudah masuk tanpa harus melibatkan manufaktur lokal seperti PT Sat Nusapersada Tbk, yang berisiko membuat mereka kehilangan hingga 50% dari total penjualan.
Selain isu TKDN, perusahaan juga menghadapi ketidakpastian akibat tarif resiprokal Amerika Serikat. Menurut Stanley, perubahan kebijakan tarif secara tiba-tiba oleh pemerintahan Presiden Donald Trump membuat perencanaan bisnis menjadi sulit. Namun demikian, pihak PT Sat Nusapersada Tbk menyatakan bahwa mereka saat ini cukup beruntung karena produk yang diekspor, seperti smartphone dan laptop, termasuk dalam kategori yang dibebaskan dari tarif resiprokal.
“Kami masih beruntung. Barang dari China seperti tablet dan handphone masih dikenai tarif 20%, tapi produk kami tidak,” ujarnya.
Aturan Terbaru Belanja Pemerintah untuk Produk TKDN
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan kebijakan baru terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) melalui Perpres No. 46 Tahun 2025. Dalam aturan ini, jika produk dalam negeri dengan TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) minimal 40% tidak tersedia atau jumlahnya tidak mencukupi, maka diperbolehkan menggunakan produk dengan TKDN minimal 25%.
Kebijakan ini merupakan bentuk relaksasi untuk mendukung kelancaran pengadaan barang dan jasa nasional.Selain itu, Kementerian Perindustrian juga melakukan reformasi besar dalam proses sertifikasi TKDN dengan mempercepat penerbitan sertifikat dari sebelumnya 3 bulan menjadi hanya 10 hari.
Sebelumnya, Presiden Prabowo turut menginstruksikan agar regulasi TKDN dibuat lebih fleksibel dan realistis guna menjaga daya saing industri nasional di tengah tekanan global. Kebijakan ini diharapkan dapat mendukung pertumbuhan industri dalam negeri sekaligus memberikan ruang adaptasi bagi pelaku usaha.
TKDN Makin Tinggi, Pemerintah Janjikan Insentif Besar untuk Produsen Mobil Listrik
Sebelumnya, pemerintah terus mendorong penggunakan komponen lokal, atau Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Bahkan, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani menjanjikan insentif besar bagi produsen mobil listrik di Indonesia.
Besaran insentif untuk produsen mobil listrik ini, akan ditentukan dengan tingkat penyerapan produk lokal, yang diperoleh apabila proses produksi melibatkan komponen dari dalam negeri.
"Tentu saja kami akan memberikan insentif lebih besar apabila mereka memenuhi TKDN. Jadi konsepnya, semakin tinggi TKDN, maka insentif yang diberikan juga akan semakin besar," ujar Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Perkasa Roeslani.
Menurut Rosan, kebijakan ini merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap kemudahan berusaha bagi produsen mobil listrik.
Ia juga mendorong agar perusahaan tidak hanya memproduksi mobil listrik, tetapi turut membangun infrastruktur seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
"Kita butuh SPKLU yang tersebar luas. Karena kalau mobil listrik sudah ada, tetapi fasilitas pengisian dayanya terbatas, tentu akan mengurangi minat masyarakat," tambah Rosan Roeslani.
Bangun R&D
Sementara itu, Rosan juga meminta agar para produsen mendirikan pusat riset dan pengembangan (research and development/R&D) di Indonesia.
Pemerintah telah menyiapkan insentif hingga 300 persen untuk kegiatan R&D ini.
"Sejak 2022, sudah ada regulasi yang memungkinkan pemberian insentif hingga 300 persen bagi perusahaan yang melakukan R&D di Indonesia," jelasnya.