Liputan6.com, Jakarta PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) mencatat total dana kelolaan per akhir 2024 mencapai Rp 98,9 triliun. MAMI mengelola 34 reksa dana dan 75 Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) yang ditawarkan melalui tiga jalur distribusi pemasaran, yaitu Institutional Sales, Partnership Distribution, dan Direct Retail Distribution.
Jalur distribusi yang kuat dan aktivitas edukasi finansial yang dilakukan MAMI berbuah pertumbuhan investor dengan lebih dari 2,4 juta investor yang mempercayakan pengelolaan dana investasi pada MAMI.
"Kondisi ekonomi yang selalu dinamis menghadirkan tantangan tersendiri bagi para investor Indonesia. Di sisi lain, kebutuhan akan investasi pasar modal sebagai kendaraan pertumbuhan aset semakin diperlukan," ujar CEO & President Director MAMI Afifa dikutip dari Antara, Selada (6/5/2025).
MAMI pun meraih penghargaan dari Asia Asset Management perusahaan publikasi yang berbasis di Hong Kong. Penghargaan yang diperoleh dalam ajang "2025 Best of the Best Award" tersebut untuk kategori Best Asset Management Company dan Best Bond Manager.
Afifa penghargaan dan pengakuan tersebut merupakan bukti karya MAMI sebagai mitra investasi bagi masyarakat Indonesia, terutama di tengah situasi yang penuh tantangan seperti saat ini.
Untuk itu, tambahnya, pihaknya hadir sebagai mitra investasi, melalui edukasi berkelanjutan, serta produk dan layanan investasi yang beragam. Untuk menyajikan solusi dan layanan investasi berkualitas, MAMI didukung oleh tim ahli dan para profesional berpengalaman yang memotori operasionalnya.
Per akhir 2024, MAMI memiliki 49 personil dengan lisensi Wakil Manajer Investasi, 20 personil berlisensi Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana, 6 personil berlisensi Chartered Financial Analysts dan 3 personil dengan lisensi Ahli Syariah Pasar Modal.
Afifa juga memastikan setiap karyawan memiliki keterlibatan dan dedikasi tinggi. Hal ini tergambar dari skor employee engagement Gallup 4,62 dari 5.
Investasi Sehat Butuh Strategi Panjang
Investor-investor muda Indonesia kini menikmati mudahnya akses dalam mendapatkan informasi dan berinvestasi yang didukung kemajuan digitalisasi. Jumlah investor pasar modal Indonesia meningkat tajam.
Berdasarkan data KSEI Desember 2024, dalam 4 tahun terakhir saja, pasar modal Indonesia menggaet lebih dari 10 juta investor baru menggerakkan angka 3,9 juta pada akhir 2020 ke 14,9 juta investor pada Desember 2024. Kini, domisili investor baru di Indonesia tidak lagi terpusat di Jawa, tetapi juga tersebar ke pulau-pulau lainnya.
Dengan basis 3,9 juta investor, pada akhir 2020 pulau Jawa memiliki 72% investor pasar modal Indonesia. Sementara itu hingga Desember 2024 dari total 14,9 juta investor, hanya 69,4% investor pasar modal Indonesia berdomisili di Jawa.
Artinya ada lebih dari 3,4 juta investor pasar modal baru datang dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan NTT, serta Papua. Data KSEI juga menyatakan lebih dari 70% dari total investor Indonesia berinvestasi melalui aplikasi digital.
CEO & Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Afifa mengatakan, terbuka lebarnya akses menuju informasi dan investasi ini merupakan berita gembira, tapi sekaligus menyimpan tantangan tersendiri. Apakah benar, mereka yang termasuk dalam 14,9 juta tadi adalah investor atau spekulan yang belum memiliki bekal pengetahuan investasi yang cukup?
Afifa menuturkan, orang-orang muda Indonesia perlu memisahkan dengan cermat antara investasi dan spekulasi.
"Di tahapan hidup di mana ada begitu banyak tujuan finansial keluarga perlu diwujudkan, kita membutuhkan kesadaran dan pemahaman mengenai perencanaan keuangan yang mantap, agar tak terjerumus ke dalam spekulasi yang justru merugikan," ujar Afifa seperti dikutip dari keterangan resmi, Jumat (31/1/2025).
Butuh Strategi Panjang
Dia menuturkan, investasi yang sehat membutuhkan strategi jangka panjang untuk membangun kekayaan secara bertahap melalui beragam alternatif investasi.
"Termasuk juga memahami berapa tingkat pertumbuhan yang wajar dari beragam alternatif investasi yang sustainable dan sudah terbukti bertahan melalui beragam krisis. Misalnya, pasar saham Indonesia yang telah ada sejak 1912, memiliki tingkat return majemuk rata-rata 11,9% per tahun selama 15 tahun terakhir,” kata dia.
Atau Obligasi Ritel Indonesia, menyuguhkan kupon di kisaran 6% - 6,5% per tahun. "Rasanya kecil dibandingkan dengan beberapa alternatif investasi baru yang menjanjikan para investor muda bisa kaya mendadak dalam satu-dua bulan. Inilah kenapa para investor muda Indonesia perlu bersahabat dengan waktu,” ujar dia.
Compounding effect atau efek bunga-berbunga adalah pertambahan kecepatan uang tumbuh yang dapat dinikmati para investor jika mereka mulai berinvestasi sejak dini, sehingga punya waktu panjang sebelum suatu tujuan investasi tercapai.
Contoh, seseorang yang menyisihkan Rp1 juta setiap bulan, atau total Rp12 juta setahun, memang hanya akan menikmati pertumbuhan modal di kisaran hanya ratusan ribu rupiah jika berinvestasi si obligasi atau saham.
Akan tetapi, jika ia tekun dan berkomitmen, dalam 30 tahun investasinya berpotensi tumbuh menjadi sekitar Rp1 miliar melalui obligasi, atau Rp3,4 miliar melalui saham.