Kisah Inspiratif Santri di Jambi, Menimba Ilmu Agama sambil Bertani

2 hours ago 1

Liputan6.com, Jakarta Selepas menunaikan ibadah subuh dan kajian agama, belasan santri laki-laki beringsut ke tengah hamparan lahan yang lokasinya berada tak jauh dari Pondok Pesantren Al-Muttaqin Desa Ibru, Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi. Mereka membawa cangkul, sabit dan alat-alat tani.

Di lahan itu, sekelompok santri masih sibuk praktik lapangan. Ada yang menggemburkan tanah dan membersihkan gulma.

”Kita bersihkan dulu, nanti (di sini) mau ditanami cabai,” ujar seorang santri di lokasi pada awal Juli 2025.

Di lahan sederhana itu, mereka menyiapkan lahan terbaik untuk menanam. Lebih dari sekadar benih, mereka sedang menanam harapan bagi masa depan pertanian berkelanjutan yang lahir dari pesantren.

Para santri laki-laki itu yang sedang berkebun itu adalah peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Asy’ariah yang masih satu rumpun dengan Pondok Pesantren Al-Muttaqin.

Setelah lahan seluas seperempat lapangan bola kaki itu dibersihkan, mereka ngaso di bawah gubuk.

Di bawah naungan gubuk sederhana, mereka duduk melingkar penuh perhatian. Di hadapannya, seorang guru perempuan duduk di kursi kecil dan menjelaskan tata cara hingga dosis penggunaan pupuk cair.

Para santri sebagian masih bersarung dan mengenakan peci, menyimak dengan seksama. Ada yang mencatat di kertas, ada pula yang menatap lekat seolah tak ingin melewatkan satupun detail penjelasan ilmu dari sang guru.

Tak jauh dari lahan yang baru saja dibersihkan tadi, beberapa santri juga sedang memanen sayur gambas. Satu karung gambas berhasil dipetik dari satu larik tanaman. Hasil panen tersebut, selain untuk menopang ketahanan pangan di pesantren, selebihnya dijual kepada penduduk desa di sekitar pesantren.

SMK Asy’ariah masih satu naungan dengan Pondok Pesantren Al-Muttaqin. Sekolah ini dirikan pada 2013 di Desa Ibru, Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi. Sekolah vokasi ini berlokasi di lingkungan pondok pesantren dan menerapkan sistem asrama untuk pelajarnya.

Sejak 2018 pesantren ini telah mengembangkan beberapa program kewirausahaan di bidang pertanian dan peternakan yang mereka kelola sendiri dengan didukung bank sentral perwakilan Jambi, dan pemerintah desa setempat.

Lingkungan pesantren ini memiliki lahan seluas hampir 10 hektare. Lahan kosong di sekitar pesantren disulap jadi ladang pembelajaran, tempat santri belajar bagaimana tanah bisa diolah, benih ditanam, dan hasilnya kelak jadi sumber pangan.

Saat ini tercatat ratusan siswa yang belajar di sana. Selain belajar agama, mereka mengembangkan budidaya melon, cabai, dan ternak kambing supaya para santri mendapat bekal keahlian dan pengalaman bertani.

Hampir satu windu, pesantren terus berkembang lewat program pembelajaran pertanian. Hingga pada Senin (08/09/2025) pondok pesantren ini telah memanen melon perdana melalui pelaksanaan program kewirausahaan Agribisnis Tanaman Pertanian di Green House Pondok Pesantren Al Muttaqin, Desa Ibru, Muaro Jambi, Jambi.

Ketua Yayasan Gus Ya'qub Mubarak menjelaskan, tonggak dasar pembelajaran agama yang dikombinasikan pertanian dilatarbelakangi pondok pesantren tersebut berada di pedesaan. Sehingga, ketersediaan lahan mereka manfaatkan untuk menopang ekonomi pesantren.

“Allah menciptakan bumi dan langit di dalamnya ada tumbuh-tumbuhan. Dari sini kita padukan agama dan pertanian. Tani ini sangat dekat ekonomi dan menopang pangan,” kata Gus Ya'qub.

Dia prihatin dengan kondisi generasi kiwari yang malu dan enggan untuk bertani. Padahal dari wong tani inilah, tak sedikit orang telah berhasil menyekolahkan anaknya sampai pendidikan tinggi.

Pun menjadi petani saat ini, dianggap sebagai profesi kuno. Petani dianggap tidak memiliki masa depan. Angkatan kerja di sektor pertanian ini pun lesu.

Hal ini selaras dengan Catatan Aliansi Petani Indonesia (API) rata-rata terdapat 59 rumah tangga tani yang keluar dari sektor pertanian/jam. Kondisi yang terjadi ini tak bisa dilepaskan dari menurunnya minat pekerja di sektor pertanian.

“Jadi santri di sini, selain diajarkan ilmu agama, juga ilmu praktik pertanian modern. Dengan demikian setelah mereka lulus dari sini mereka bisa mandiri, dan bisa menjadi petani yang juga menguasai teknologi,” kata Ya’qub.

Sektor Pertanian: Antara Tantangan dan Pilar Kekuatan Ekonomi

Jambi, sebuah provinsi yang membentang di tengah Pulau Sumatera menjadi salah daerah penghasil kekayaan alam. Komoditi utama pertanian di Provinsi Jambi adalah hasil perkebunan sawit dan karet. Selain itu, provinsi ini juga penghasil komoditi kopi, pinang, kulit kayu manis.

Pengembangan sektor pertanian seharusnya bisa mendongkrak perekonomian provinsi berjuluk "sepucuk jambi sembilan lurah" ini dan menjadi peluang meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Namun, sayangnya sektor pertanian di Provinsi Jambi belum maksimal mendongkrak perekonomian daerah. Di era disrupsi teknologi sekarang, pertanian menjadi sektor yang terpinggirkan dan dianggap tidak populer terutama untuk kalangan generasi z (GenZ).

Hasil Sensus Penduduk 2020 (SP2020) Provinsi Jambi menunjukkan struktur penduduk didominasi oleh generasi milenial sebesar 31,93 persen dan generasi Z sebesar 42,26 persen. Namun, dominasi generasi muda tersebut tidak terjadi pada sektor pertanian.

Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri terhadap pembangunan pertanian berkelanjutan di Jambi. Generasi muda seharusnya bisa meneruskan tongkat estafet untuk keberlanjutan sektor pertanian.

Dari hasil Sensus Pertanian (ST) 2023 jumlah petani usia muda yang umurnya kurang dari 45 tahun hanya 40,45 persen dari total rumah tangga pertanian. Masih lebih besar petani yang berusia lebih dari 45 tahun yaitu mencapai 317.210 rumah tangga.

Susilowati dalam buku Potensi Pertanian Provinsi Jambi Peta Baru Pertanian Berkelanjutan yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS). berkesimpulan bahwa minat generasi muda Provinsi Jambi untuk menekuni sektor pertanian luntur seiring pergeseran stigma dan memburuknya citra bertani.

"Sektor pertanian dianggap kurang bergengsi dan tidak bisa memberikan imbalan yang memadai," tulis Susilowati.

Meski memiliki tantangan, namun sektor pertanian juga tak bisa anggap remeh. Sektor ini bisa menjadi pilar kekuatan ekonomi di Indonesia, khususnya di Provinsi Jambi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, sektor pertanian berkontribusi sebesar 10 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Masih menurut statistik BPS, sektor pertanian menyumbang 12,53 persen terhadap perekonomian nasional, dan tumbuh positif sebesar 1,30 persen jika dibandingkan pada 2022.

Pesantren Jadi Akselerator Generasi Petani

Di tengah rendahnya minat generasi mudah untuk mengarungi dunia pertanian, muncul secercah asa. Di kalangan pesantren, persepsi ini terpatahkan.

Dunia pesantren yang dikombinasikan dengan praktik pertanian menjadi akselerator untuk melahirkan generasi mudah yang terjun ke sektor ini. Pesantren Al-Muttaqin menyadari pertanian punya potensi.

Gus Ya’qub Mubarak telah mengubah dan meyakinkan generasi muda bawah bertani bisa menjadi profesi yang menguntungkan. Dia pun merancang konsep pertanian dengan melibatkan santri secara langsung.

Konsep dibuat terintegrasi, yakni perikanan, peternakan, dan pertanian. Pondok pesantren memiliki lahan pertanian terbuka atau open field.

Di lahan system lapangan terbuka itu menurut Gus Ya’qub membutuhkan pupuk yang sangat banyak. Namun dengan terintegrasi dengan kandang peternakan bisa mengurangi penggunaan pupuk. “Artinya tidak ada bahan yang terbuang dari kotoran kambing ini, kita jadikan pupuk dan bisa mengurangi 50 persen untuk biaya pupuk,” kata dia.

Selain itu, pesantren Al-Muttaqin juga mengembangkan Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP). Wadah ini dibuat untuk mendistribusikan hasil olahan pertanian ke pesantren lain di Muaro Jambi.

“Melalui wadah ini harapannya bisa melahirkan petani-petani muda. Tentu petani yang bisa menguasai teknologi dan pasar,” kata dia.

Di sini, para santri tak sekadar menunaikan kewajibannya belajar agama di pesantren, melainkan juga sedang menanam mimpi dan menjadikan pertanian sebagai bagian dari masa depan.

Pun lebih dari sekadar menanam dan memanen, praktik pertanian di pesantren ini menjadi katalis lahirnya generasi muda yang tak hanya pandai mengaji, tetapi juga peka terhadap kebutuhan pangan. Para santri akhirnya mafhum bahwa merawat tanaman pangan sama pentingnya dengan menjaga ilmu.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |