Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agama RI, bersama dengan Muslims for Shared Action on Climate Impact (MOSAIC), dan Badan Wakaf Indonesia mengadakan diskusi kelompok terfokus (FGD) bertema “Pengembangan Ekosistem Hutan Wakaf dan Wakaf Hutan di Indonesia”. Kegiatan ini dihadiri oleh nazhir (pengelola) hutan wakaf dari berbagai daerah termasuk Aceh, Bogor, Tasikmalaya, Gunungkidul, Wajo dan Mojokerto.
FGD bertujuan untuk menyelaraskan pandangan para nazhir yang telah mengelola hutan wakaf serta merumuskan langkah strategis bagi pengembangan hutan wakaf serta gerakan Wakaf Hutan di Indonesia. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi pondasi untuk peta jalan pengelolaan hutan wakaf yang lebih sistematis dan kolaboratif ke depan.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama RI Abu Rokhmad dalam sambutannya menyampaikan bahwa Kementerian Agama memiliki perhatian yang besar pada isu iklim.
”Kami ingin dapat menerjemahkan berbagai ayat dan hadist, termasuk agama-agama yang lain menggunakan pendekatan-pendekatan khas ekoteologi. Kita punya ajaran nilai-nilai agama yang luar biasa, tetapi umat sayangnya masih jauh dari itu, sehingga perlu dibangun satu teologi khusus mengenai alam,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pelestarian lingkungan khususnya hutan harus menjadi kesadaran semua umat dan pemerintah perlu bersinergi untuk mendorong ekosistem Wakaf Hutan yang lebih baik khususnya membangun kolaborasi dengan kementerian terkait serta kebijakan,
“Kementerian Agama siap mendukung juga dari sisi kebijakan, jangan sampai ada gap antara apa yang kita dukung dengan kebijakan,” jelasnya.
Menanggapi konsep ekoteologi, Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University Irfan Syauqi Bek, menilai bahwa konsep tersebut sangat luar biasa.
“Ini bukan sekadar diskursus akademik, tetapi juga merefleksikan satu konsep, bahwa sebenarnya melindungi lingkungan itu adalah bagian dari keimanan. Karena hablul minal alam (hubungan manusia dengan alam semesta) itu menjadi indikator apakah kita patuh kepada Allah SWT atau tidak,” ucapnya.
Selain itu, Irfan juga memberikan tiga usulan untuk langkah ke depan, di antaranya untuk mengembangkan nazhir governance atau tata kelola pengelolaan nadzir yang profesional, termasuk melalui Good Nadzir Governance Index untuk mengukur kualitas level tata kelola, meningkatkan kemampuan kelembagaan nazhir untuk beradaptasi dan berkolaborasi serta sinergi seluruh pemangku kepentingan.
Hutan wakaf adalah sebuah inovasi wakaf produktif berbasis ekologi yang bertujuan melestarikan lingkungan sekaligus memberdayakan masyarakat secara berkelanjutan. Inisiatif ini telah tumbuh di beberapa daerah, menunjukkan potensi besar sebagai solusi wakaf kontemporer yang relevan dengan isu lingkungan dan pembangunan hijau.
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Kementerian Agama RI Waryono Abdul Ghofur menyampaikan apresiasinya terhadap inisiatif ini.
“Kami di Kementerian Agama sampai perguruan tingginya, untuk diskusi Islam dan lingkungan hidup itu tuntas, namun belum banyak aksi. Untuk itu kita perlu memperbanyak dan memperluas jejaring kolaborasi,” tuturnya.
Menurutnya Wakaf Hutan perlu didorong untuk tidak hanya berhenti sebagai diskursus namun terwujud menjadi aksi.
Pada bulan Maret 2025, MOSAIC bekerjasama dengan Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Kementerian Agama melaksanakan Roadshow Lokakarya Wakaf Hutan di empat Kota Wakaf yaitu Wajo, Gunungkidul, Tasikmalaya dan Padang. Roadshow tersebut bertujuan untuk menularkan semangat Wakaf Hutan di empat Kota Wakaf yang telah dicanangkan Kementerian Agama.
“Waktu kami melaksanakan roadshow di 4 Kota Wakaf, rata-rata peserta cukup bergairah ada alternatif wakaf yang lain. Selain itu, jika bicara aspek perusahaan, perlu untuk adanya edukasi dan mengkoneksikan dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) atau Environment, Social, Governance (ESG) mereka karena potensinya sangat besar,“ kata Nur Hasan Murtiaji, Ketua MOSAIC.