Liputan6.com, Jakarta - Ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara Eropa berdampak pada pola investasi yang berbeda dibandingkan dengan investor asal Asia.
Chief Economist Citi Indonesia Helmi Arman menuturkan, investor dari Eropa umumnya lebih banyak berinvestasi pada pasar saham (equity market) di AS. Oleh karena itu, apabila terjadi ketegangan politik antara AS dan Eropa, maka dampaknya paling terasa di pasar saham Amerika Serikat.
Sementara itu, investor dari Asia lebih condong menempatkan dana mereka pada instrumen fixed income, khususnya dalam bentuk US Treasury.
Ini menciptakan dinamika yang berbeda ketika ada tekanan dari pemerintah AS terhadap negara-negara Asia untuk memperkuat nilai tukar mata uangnya. Negara-negara tersebut harus menjual cadangan devisa berupa dolar, yang berdampak langsung pada kepemilikan obligasi AS mereka.
Penjualan US Treasury dalam jumlah besar oleh negara-negara Asia akan memicu kenaikan imbal hasil (yield) surat utang pemerintah Amerika Serikat. Hal ini bisa menimbulkan tekanan tambahan di pasar obligasi global. "Kalau mereka banyak jual US treasury, yield dari obligasi US treasury diperkirakan naik,” jelas Helmi, Senin (26/5/2025).
Dampak Ekspektasi Nilai Tukar Terhadap Pasar Indonesia
Menurut Helmi, sentimen nilai tukar di negara-negara Asia Timur juga berdampak pada Indonesia. Ekspektasi bahwa mata uang Asia Timur akan melemah terhadap dolar membuat investor berhati-hati, dan hal ini menyebabkan tekanan pada nilai tukar rupiah. Indonesia sebagai bagian dari kawasan Asia pun ikut merasakan efek domino dari ekspektasi global tersebut.
Meskipun tidak ingin mengomentari pergerakan harian karena volatilitas jangka pendek yang tinggi, Helmi menekankan tema utama beberapa minggu terakhir masih seputar ekspektasi terhadap pelemahan nilai tukar. Investor global melihat pola ini sebagai indikasi untuk menarik atau menahan investasi mereka, tergantung pada arah kebijakan moneter dan tekanan eksternal.
"Karena ekspektasi nilai tukar negara-negara Asia Timur itu menguat terhadap dolar, maka Indonesia juga sebagai bagian dari kelompok negara-negara Asia juga terimbas ikut menguat mata uangnya,” ujar Helmi.
Ketidakpastian Global Dorong Perhatian ke Pasar Negara Berkembang
CEO Citi Indonesia Batara Sianturi menambahkan, ketidakpastian global, termasuk pengumuman tarif dan penurunan peringkat kredit oleh Moody’s terhadap AS, telah menyebabkan aksi jual (sell-off) di berbagai instrumen keuangan.
Pasar saham, nilai tukar (FX), dan obligasi, hingga indeks. Namun, dalam kondisi seperti ini, investor cenderung mencari alternatif di pasar negara berkembang (emerging market).
Ia menjelaskan bahwa negara-negara di Amerika Latin seperti Brasil, Kolombia, Chile, dan Peru menjadi tujuan awal dari arus dana global. Hal ini karena net real yield (selisih antara imbal hasil obligasi 10 tahun dan inflasi) mereka cukup tinggi, berkisar antara 4% hingga 9%. Meskipun begitu, diversifikasi tetap diperlukan dan Asia menjadi wilayah strategis berikutnya.
“Kalau investor global, tidak bisa overweight 100% di America. Sehingga benefit-nya adalah ke Asia,” ungkap Batara.
Indonesia Jadi Destinasi Menarik di Tengah Arus Modal Global
Dari sekian banyak negara di Asia, Indonesia menempati posisi teratas dalam hal daya tarik investasi berdasarkan real yield. Batara menyebut selisih antara yield obligasi 10 tahun dan inflasi di Indonesia menjadikannya sebagai pasar paling menarik saat ini, disusul oleh Filipina dan India.
Ini memperlihatkan kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi dan kebijakan moneter Indonesia. Arus dana global yang berpindah dari Amerika Serikat menuju negara-negara berkembang menciptakan ruang bagi bank sentral seperti Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga.
Langkah ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi domestik tanpa harus khawatir kehilangan daya saing di mata investor internasional.
"Sehingga first the sell America, then you go to the emerging market, dan kemudian masuk ke Indonesia, di mana memberikan ruangan untuk Bank Indonesia to cut interest rate bulan lalu,” jelas Batara.