Liputan6.com, Jakarta - Membuat dan mengarak ogoh-ogoh, menjadi tradisi unik yang ada pada masyarakat Hindu Bali jelang Hari Raya Nyepi. Bukan sekadar seni, patung-patung raksasa itu memiliki makna yang mendalam dan berbeda-beda. Kata "ogoh-ogoh" sendiri berasal dari bahasa Bali, "ogah-ogah," yang berarti sesuatu yang digoyangkan. Patung-patung ini dibuat dan diarak keliling desa sehari sebelum Nyepi, yaitu pada upacara Pengerupukan, yang bertujuan untuk membersihkan diri dari segala hal negatif sebelum memasuki masa penyucian diri dan refleksi.
Ogoh-ogoh tidak sekadar patung biasa. Maknanya sangat kaya dan berkaitan erat dengan ajaran Hindu Dharma. Secara umum, ogoh-ogoh melambangkan Bhuta Kala, representasi dari kekuatan alam semesta (Bhu) dan waktu (Kala) yang maha dahsyat dan tak terkendali. Penggambaran Bhuta Kala ini menunjukkan kekuatan alam yang luar biasa dan perlu dihormati.
Selain itu, ogoh-ogoh juga dimaknai sebagai manifestasi dari sifat-sifat buruk, kejahatan, ketidakmurnian, dan segala energi negatif dalam kehidupan manusia. Dengan diarak dan dibakar, masyarakat Bali secara simbolis membuang dan menyingkirkan hal-hal negatif tersebut, membersihkan diri sebelum memasuki kesucian Nyepi.
Mengenal Lebih Dekat Makna Filosofis Ogoh-ogoh
Pembuatan ogoh-ogoh melibatkan seluruh masyarakat, mulai dari perencanaan desain hingga proses pengerjaan. Proses ini menjadi ajang kreativitas dan kolaborasi warga desa. Bentuk ogoh-ogoh pun beragam, mulai dari sosok raksasa (Rakshasa) yang menyeramkan, makhluk mitologi seperti naga atau gajah, hingga tokoh-tokoh jahat dan hantu. Ukurannya pun cukup besar, umumnya mencapai 2-4 meter, sehingga terlihat sangat mengesankan saat diarak.
Proses pengarakkan ogoh-ogoh diiringi dengan musik gamelan dan berbagai atraksi budaya lainnya, menciptakan suasana yang meriah sekaligus khidmat. Suasana ini menggambarkan pertarungan antara kebaikan dan kejahatan, di mana kejahatan (yang dilambangkan oleh ogoh-ogoh) akhirnya dikalahkan dan dimusnahkan.
Puncak dari upacara ini adalah pembakaran ogoh-ogoh. Aksi ini melambangkan pemusnahan kejahatan dan energi negatif yang telah terakumulasi selama setahun. Api yang membakar ogoh-ogoh diyakini dapat membersihkan dan menyucikan lingkungan dari pengaruh buruk.
Sejarah dan Tradisi Ogoh-ogoh
Tradisi pembuatan dan pengarakkan ogoh-ogoh diperkirakan telah dimulai sejak zaman Dalem Balikang. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini terus berkembang dan tetap dilestarikan hingga saat ini. Ogoh-ogoh telah menjadi bagian integral dari perayaan Nyepi di Bali, dan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin menyaksikan keunikan budaya Bali.
Kini, pembuatan ogoh-ogoh juga menjadi ajang kreativitas dan inovasi bagi seniman Bali. Mereka mengekspresikan ide dan kreativitas mereka dalam menciptakan ogoh-ogoh dengan desain dan bentuk yang semakin beragam dan menarik. Namun, makna filosofisnya tetap dipertahankan dan dihormati.
Tidak hanya sebagai simbol pemusnahan kejahatan, ogoh-ogoh juga menjadi media edukasi dan refleksi bagi masyarakat. Melalui bentuk dan desainnya, ogoh-ogoh dapat menyampaikan pesan moral dan nilai-nilai kehidupan.