Liputan6.com, Jakarta Pendiri Amazon, Jeff Bezos, kembali melepas sebagian kepemilikan sahamnya. Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis Selasa, Bezos menjual lebih dari 3,3 juta lembar saham Amazon dengan total nilai sekitar USD 736,7 juta atau setara Rp 11,9 triliun (asumsi kurs Rp 16.203 per dolar AS).
Melansir CNBC International, Rabu (2/7/2025), penjualan ini mengikuti rencana perdagangan otomatis (trading plan) yang telah ia susun sejak Maret 2025, di mana Bezos berencana melepas hingga 25 juta saham Amazon secara bertahap hingga 29 Mei 2026.
Bezos yang mundur dari jabatan CEO Amazon pada 2021 namun masih menjabat ketua dewan memang rutin melakukan divestasi sebagian saham dalam beberapa tahun terakhir, meski tetap menjadi pemegang saham individu terbesar perusahaan.
Pada Februari 2024, ia juga mengadopsi skema serupa untuk menjual maksimal 50 juta saham hingga akhir Januari tahun ini.
Pendiri Blue Origin tersebut sebelumnya menyatakan akan menjual sekitar USD 1 miliar saham Amazon setiap tahun guna mendanai proyek eksplorasi luar angkasa perusahaannya.
Sebagian sahamnya juga disumbangkan ke Day 1 Academies, organisasi nirlaba yang membangun jaringan prasekolah berbasis metode Montessori di berbagai negara bagian AS.
Penjualan terbaru ini terjadi hanya beberapa hari setelah Bezos menikahi Lauren Sanchez dalam pesta mewah tiga hari di Venesia, Italia, yang kabarnya menelan biaya sekitar USD 50 juta dan sempat memicu protes warga setempat.
Menurut Indeks Miliarder Bloomberg, Jeff Bezos saat ini menduduki peringkat ketiga orang terkaya dunia dengan estimasi kekayaan USD 240 miliar, berada di bawah Elon Musk (USD 363 miliar) dan Mark Zuckerberg (USD 260 miliar).
Pernikahan Mewah Jeff Bezos di Venesia Picu Gelombang Protes Warga
Sebelumnya, pernikahan mewah antara Jeff Bezos dan Lauren Sanchez di Venesia memicu gelombang kritik yang tak bisa diabaikan. Meski pesta tiga hari itu yang dikabarkan menelan biaya hingga USD 55 juta atau sekitar Rp 895 miliar (estimasi kurs Rp 16.300 per USD) disebut-sebut mampu mendongkrak omzet pariwisata kota hingga 68%, banyak warga justru menyuarakan penolakan.
Setelah pernikahan berlangsung pada hari Jumat, keesokan harinya, ratusan warga turun ke jalan dan berkumpul di stasiun kereta kota untuk menggelar unjuk rasa. Mereka membawa satu pesan yang jelas kepada pendiri Amazon dan istrinya untuk meninggalkan Venesia.
“Bezos, enyahlah! Keluarlah dari laguna kami!” teriak para demonstran dalam bahasa Italia dikutip dari CNN, Selasa (1/7/2025).
Alih-alih menjadi simbol kemajuan ekonomi atau dukungan terhadap pelestarian budaya lokal, pernikahan Bezos justru dituding sebagai bentuk pamer kekayaan yang mengabaikan realitas sosial. Demonstran menyebut kota mereka tengah “disalahgunakan” oleh kekuatan uang dan citra, bukan dihormati sebagai warisan dunia yang rapuh dan sensitif.
Ironi
Banyak warga melihat ironi dalam pesta tersebut. Di saat sebagian besar pekerja Amazon yang ikut berdemo mengaku kesulitan membayar sewa dan harus menempuh perjalanan jauh untuk bekerja, bos besar perusahaan itu justru menggelar pesta mewah di kota yang sedang berjuang menghadapi krisis pariwisata massal (overtourism) dan perubahan iklim.
Protes juga menyentuh sisi politik. Seorang perempuan berteriak melalui mikrofon di dekat stasiun, mengecam hubungan Bezos dengan Presiden AS Donald Trump yang dinilai memprioritaskan belanja militer. “Kami mendukung perdamaian!” serunya, disambut tepuk tangan.
Dalam aksi tersebut, beragam bendera tampak berkibar di tengah kerumunan: bendera Palestina, bendera pelangi sebagai simbol kebanggaan LGBTQ+, bendera anti-fasis, dan bendera merah khas Venesia menjadi pemandangan umum. Beberapa demonstran bahkan mengibarkan bendera yang dimodifikasi menampilkan singa emas Venesia yang membawa pedang sambil mengenakan balaclava hitam sebagai bentuk perlawanan simbolik terhadap kekuatan modal.
Etika Publik
Kritik terhadap konsentrasi kekayaan bukan hal baru. Tapi kasus ini menunjukkan wajah kapitalisme global yang semakin kontras ketika kota-kota bersejarah menjadi panggung pribadi orang kaya, sementara warganya hanya bisa menyaksikan dari luar pagar.
Bezos mungkin tidak melanggar hukum, tetapi pertanyaan mendasarnya adalah “apakah ia melanggar etika publik?” Di tengah ketimpangan yang menganga, pesta glamor seperti ini tampak seperti lelucon mahal yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang dan ditanggung oleh banyak pihak lainnya, baik secara ekonomi maupun moral.
Aksi protes di Venesia tidak sekadar menolak individu, tetapi juga merefleksikan keresahan publik global atas bagaimana uang dan kekuasaan dapat menguasai ruang publik, merusak harmoni sosial, dan mendistorsi nilai-nilai bersama.
Reporter: Linda Maulina Khairunnisa