Liputan6.com, Jakarta - PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) membukukan penurunan pendapatan dan laba bersih hingga kuartal I 2025.
PT Merdeka Battery Materials Tbk mencatat pendapatan USD 366 juta atau turun 18% hingga kuartal I 2025 dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar USD 444,22 juta.
Pendapatan Perseroan yang turun itu mendorong laba bersih merosot 39% menjadi USD 6 juta dari periode sama tahun sebelumnya USD 10,14 juta.
Beban pokok pendapatan susut menjadi USD 347,23 juta hingga kuartal I 2025 dari periode kuartal I 2024 sebesar USD 426,35 juta. Namun, laba kotor naik menjadi USD 18,87 juta hingga kuartal I 2025 dari periode sama tahun sebelumnya USD 17,86 juta. Laba usaha naik 10,01% menjadi USD 11,53 juta hingga kuartal I 2025 dari periode sama tahun sebelumnya USD 10,48 juta. Demikian mengutip dari laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (2/7/2025).
Total ekuitas naik menjadi USD 2,35 miliar hingga kuartal I 2025 dari Desember 2024 sebesar USD 2,34 miliar. Liabilitas turun menjadi USD 1,07 miliar hingga kuartal I 2025 dari Desember 2024 sebesar USD 1,08 miliar. Aset Perseroan tercatat USD 3,43 miliar.
Sementara itu, earning before interest, tax, depreciation and amortization (EBITDA) naik 17% menjadi USD 31 juta. Perseroan menyatakan hal itu sebagai efisiensi biaya dan kekuatan operasional di tengah penurunan pendapatan.
Peningkatan Produksi
Presiden Direktur Perseroan Teddy Oetomo menuturkan, kinerja kuartal I 2025 juga didorong oleh peningkatan produksi dari tambang nikel SCM.
Tambang SCM memproduksi 1,8 juta metrik ton basah (wmt) limonit, naik 54% dari tahun ke tahun, dan 1,3 juta wmt saprolit, yang merupakan peningkatan 190% dari tahun ke tahun.
Meskipun curah hujan musiman mengurangi produksi dibandingkan kuartal sebelumnya, produksi melampaui kinerja tahun sebelumnya secara signifikan, yang mendukung momentum pertumbuhan berkelanjutan.
Pabrik peleburan RKEF memproduksi 16.297 ton Nickel Pig Iron (NPI) pada kuartal I 2025, turun 22% YoY, terutama karena peningkatan produksi yang sedang berlangsung di PT Bukit Smelter Indonesia (“BSI”), menyusul perbaikan tungku pada kuartal IV 2024 dan pemeliharaan terjadwal di PT Zhao Hui Nickel (“ZHN”), yang sempat mengalami penghentian sementara akibat banjir selama kuartal tersebut.
Perbaikan Pabrik
Perbaikan pabrik peleburan ini telah meningkatkan keselamatan dan efisiensi operasional, yang akan mendukung pengurangan biaya di masa mendatang. Perbaikan lini BSI kedua direncanakan pada paruh kedua 2025.
"MBMA mencatat kinerja operasional yang kuat pada Q1 2025, didorong oleh pertumbuhan signifikan di Tambang SCM, efesiensi biaya yang meningkat, dan peningkatan margin NPI, meskipun menghadapi tantangan musiman dan aktivitas pemeliharaan,” tutur Teddy Oetomo seperti dikutip dari keterangan resmi Perseroan.
"Kami tetap fokus pada efisiensi operasional dan pengelolaan biaya yang disiplin untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan,”
Selama kuartal tersebut, MBMA secara khusus meningkatkan operasi Tambang SCM melalui perbaikan infrastruktur, mobilisasi kontraktor baru, dan percepatan aktivitas, meskipun menghadapi tantangan musiman.
Upaya ini mendukung strategi ekspansi hilir Perusahaan dalam pemrosesan RKEF dan HPAL. Biaya tunai saprolit di Tambang SCM membaik menjadi USD 24,6/wmt dari USD 28,4/wmt YoY, dampak positif dari pengurangan biaya penambangan, pengangkutan, dan royalti. Meskipun biaya tunai limonit naik 10% menjadi USD 12,7/wmt akibat biaya pengangkutan dan penjualan yang lebih tinggi, peningkatan margin dicapai karena harga jual rata-rata yang lebih tinggi.
Pengembangan Pabrik HPAL
Pembangunan jalan angkut baru yang menghubungkan Tambang SCM dengan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) terus berlanjut, dengan tujuan untuk mengurangi biaya logistik, meningkatkan kapasitas pengangkutan saprolit, dan mendukung infrastruktur transmisi dan pipa untuk pabrik HPAL MBMA.
MBMA terus mengembangkan pabrik HPAL sebagai bagian dari sistem produksi yang terintegrasi, bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan material baterai terkemuka, melalui pengembangan PT ESG New Energy Material (PT ESG), PT Meiming New Energy Material (PT Meiming), dan PT Sulawesi Nickel Cobalt (PT SLNC).
PT ESG memulai produksi dari Train A pada akhir 2024, dengan Train B diharapkan menyusul pada semester kedua 2025. Biaya operasional diharapkan akan semakin menurun seiring dengan transisi PT ESG ke bijih yang bersumber dari Tambang SCM dan integrasi Feed Preparation Plant ("FPP") baru pada semester kedua 2025.
PT Meiming berhasil melaksanakan komisioning pabrik utama dan memperoleh Izin Usaha Industri pada April 2025.PT SLNC mencapai kemajuan konstruksi sebesar 14,35%, dengan target komisioning pada semester kedua 2026.
Pabrik AIM, yang dirancang untuk memproses 1,0 juta ton bijih pirit setiap tahunnya, mencapai tonggak penting pada kuartal pertama 2025.
Konsentrator memproses 131.860 ton bijih, menghasilkan 110.410 ton konsentrat, sementara debottlenecking sedang diterapkan untuk lebih meningkatkan hasil produksi. Komisioning di keempat fasilitas berlanjut secara positif, dengan pemanggangan klorinasi yang diharapkan selesai pada semester kedua 2025 dan kapasitas penuh dalam periode yang sama.
"Melalui investasi strategis dan peningkatan infrastruktur, MBMA memperkuat platform produksi nikel yang efisien, terintegrasi, dan dapat ditingkatkan skalanya, serta berbiaya rendah,” ujar Teddy Oetomo.
“Kami tetap fokus pada keunggulan operasional dan penciptaan nilai berkelanjutan di seluruh operasi kami yang terpadu.”