Dari Kulit Kurban Jadi Rezeki: Cerita Perajin Kerupuk Sodo Gunungkidul

3 weeks ago 27
Web Buletin Sekarang Viral Online

Liputan6.com, Gunungkidul - Gemericik minyak panas dan aroma khas dari penggorengan kerupuk rambak seolah menjadi penanda musim panen bagi para perajin kerupuk kulit di Kalurahan Sodo, Kapanewon Paliyan, Gunungkidul. Momentum Iduladha 1446 H yang baru saja berlalu membawa berkah tersendiri.

Tak tanggung-tanggung, lonjakan pasokan kulit sapi dari hewan kurban membuat para perajin kebanjiran bahan baku dengan harga yang jauh lebih murah dibanding hari-hari biasa. Kalurahan Sodo sendiri dikenal sebagai salah satu sentra perajin kerupuk kulit sapi berbasis UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di wilayah selatan Gunungkidul.

Puluhan rumah tangga di wilayah ini menggantungkan hidup dari produksi kerupuk rambak, menjadikannya salah satu roda penggerak ekonomi desa. Salah satu perajin, Susilo (35), warga Padukuhan Sidorejo, mengaku rumah produksinya mengalami peningkatan signifikan dalam pasokan bahan mentah.

Jika dalam hari-hari normal ia hanya mengolah 1 hingga 2 ton kulit sapi basah, maka dalam sepekan terakhir, ia harus menangani hingga 3 hingga 5 ton bahan baku. Tak hanya itu, ada beberapa Produsen kulit sapi besar di wilayah tersebut bias tembus hingga puluhan ton kulit sapi. “Ini benar-benar berkah tahunan. Kulit sapi dari kurban Iduladha banyak yang masuk ke sini. Harganya pun jauh lebih murah,” kata Susilo kepada Liputan6.com saat ditemui di rumah produksinya.

Menurutnya, harga kulit sapi basah yang biasanya bisa menembus Rp30 ribu per kilogram, kini hanya berkisar antara Rp8 ribu hingga Rp10 ribu, tergantung pada ketebalan dan kualitas kulit. Penurunan harga ini bukan karena kualitas menurun, namun karena melimpahnya pasokan yang tidak sebanding dengan kapasitas penyimpanan dan pengolahan di banyak tempat. “Ini momen emas bagi perajin seperti saya. Tapi kami juga harus kerja ekstra keras, karena kulit sapi tidak bisa disimpan lama. Kalau tidak cepat diolah, bisa busuk dan berbau,” ujar Susilo.

Susilo menyampaikan, Proses pembuatan kerupuk rambak sendiri tidaklah sederhana. Setelah kulit dibersihkan dan direbus, ia harus dijemur hingga benar-benar kering. Proses ini bisa memakan waktu beberapa hari tergantung cuaca. “Setelah kering, barulah kulit diiris, digoreng, dan dikemas untuk dijual ke pasaran,” jelas Susilo.

Cemilan Gurih kepasar Nasional

Pasar kerupuk kulit sendiri cukup menjanjikan, terutama menjelang musim liburan atau hajatan. Camilan gurih berbahan dasar kulit sapi ini masih digemari berbagai kalangan, bahkan menjadi ikon khas di beberapa daerah. Menariknya, kerupuk kulit produksi Kalurahan Sodo kini tidak hanya dinikmati oleh masyarakat lokal atau wilayah DIY saja. Pasarnya telah merambah ke berbagai kota besar di Pulau Jawa seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, bahkan sampai ke luar Pulau Jawa seperti Lampung, Palembang, Pontianak, hingga Makassar. “Biasanya lewat pengepul atau pesanan toko oleh-oleh. Tapi ada juga yang dikirim langsung lewat ekspedisi. Permintaan dari luar Jawa justru makin naik dalam beberapa tahun terakhir,” terang Susilo.

Menurutnya, konsumen dari luar daerah menyukai kerupuk rambak produksi Gunungkidul karena teksturnya yang renyah, rasa gurih yang khas tanpa terlalu banyak tambahan penyedap, dan kualitas bahan baku yang masih terjaga. Sebagian pengrajin bahkan mulai menjalin kerja sama dengan reseller dan toko oleh-oleh di luar daerah. Beberapa telah memanfaatkan media sosial dan e-commerce untuk menjangkau pasar lebih luas. Namun demikian, belum semua pelaku UMKM di Kalurahan Sodo memiliki akses atau kemampuan untuk promosi digital secara optimal. “Kalau ada pelatihan online marketing atau bantuan kemasan modern, kami yakin rambak dari Sodo bisa bersaing dengan produk dari daerah lain. Sekarang saja banyak yang repeat order dari pelanggan luar Jawa,” tambahnya.

Meski demikian, tantangan tetap ada. Selain keterbatasan tenaga kerja dan alat produksi, perubahan cuaca yang tak menentu bisa mengganggu proses penjemuran. Di sisi lain, kebutuhan akan alat pengering modern seperti oven atau dehydrator skala besar menjadi salah satu aspirasi utama pelaku usaha.

Tak hanya Susilo, beberapa pengrajin lain di wilayah Sodo dan sekitarnya juga mengalami hal serupa. Bahkan menurut keterangan beberapa perajin kerupuk kulit setempat, jumlah produksi kerupuk meningkat hampir dua kali lipat dibanding bulan biasa. “Ini memang masa panen bagi kami. Tapi juga masa paling sibuk,” ujar salah satu anggota kelompok.

Kondisi ini menunjukkan bahwa perayaan keagamaan seperti Iduladha tidak hanya membawa berkah spiritual, tapi juga berkah ekonomi bagi pelaku usaha kecil seperti pengrajin kerupuk rambak.

Namun, untuk benar-benar bisa memanfaatkan momen ini, diperlukan kesiapan dari sisi produksi, penyimpanan, hingga distribusi. Jika dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin Kalurahan Sodo bisa dikenal lebih luas sebagai sentra produksi kerupuk kulit sapi khas Gunungkidul, sekaligus membuka peluang kerja bagi masyarakat sekitar dan memperkuat ketahanan ekonomi lokal. “Harapan kami, ada perhatian dari pemerintah juga untuk bantu pelatihan, alat, atau bahkan pemasaran. Supaya usaha kecil seperti kami bisa lebih maju,” pungkasnya.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |