Liputan6.com, Pekanbaru - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menangkap tetua adat atau ninik mamak, Yoserizal, di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar. Pria 43 tahun itu mengaku punya 6.000 hektare lahan ulayat.
Datuk Yose sudah menjual lahan dimaksud dengan dalih hibah. Saat ini, ada 60 hektare lahan diperjualbelikan kepada pemodal dan dibabat untuk disulap menjadi perkebunan sawit.
Kapolda Riau Inspektur Jenderal Herry Heryawan menjelaskan, perambahan terjadi di Hutan Lindung Ulak Satu dan Hutan Produksi Batang Lipai Siabu. Dalam kasus kejahatan lingkungan ini, polisi juga menangkap pemodal dan perantara ke ninik mamak.
Herry menegaskan, perambahan hutan merupakan pembunuhan massal. Tidak hanya manusia tapi kehidupan dalam ekosistem lingkungan hidup.
"Ini merupakan ekosida terhadap pohon hutan, ini bukan kejahatan biasa tapi ekstra ordinary karena kerugiannya tidak bisa diukur secara materil tapi juga warisan bagi anak cucu," kata Herry, Senin siang, 9 Juni 2025.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Komisaris Besar Ade Kuncoro menjelaskan, pengungkapan berdasarkan informasi masyarakat yang diterima kepolisian. Anggota Subdit IV Reskrimsus Iptu Yola mengecek ke lokasi dan bertemu dengan penjaga kebun.
Penjaga kebun menyebut lahan itu dimiliki oleh Muhammad Mahadir (MM) alias Madir, luasannya 50 hektare. Dari jumlah itu 21 hektare di antaranya sudah dibersihkan, dibuat jalur kendaraan dan sudah ditanami sawit berumur sekitar 6 bulan.
"Berdasarkan keterangan itu, dipimpin Kasubdit IV maka ditangkap pelaku di kediamannya," kata Ade.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Modus Hibah
Pengakuan MM, lahan itu diperoleh dari Bustami. Nama tersebut merupakan orang dekat dari Datuk Yose, ninik mamak di Desa Balung. Datuk Yose mengizinkan penggarapan hutan lindung yang diklaimnya sebagai tanah ulayat adat.
Datuk Yose membantah memperjualbelikan lahan dan berdalih memakai kata hibah dengan skema pengelolaan bagi hasil. Dari skema itu, Datuk Yose mendapatkan keuntungan 30 persen lalu 70 persen untuk Mahadir dan Buspami.
Datuk Yose, selain tetua adat, diketahui menjabat sebagai Sekretaris Desa di Tanjung Jaya sementara Buspami sebagai aparatur sipil negara di Dinas Pendidikan Kabupaten Kampar.
"Untuk jabatan atau keterlibatan aparatur desa dan pemerintahan kami belum sampai ke sana, yang jelas ada tersangka merupakan ninik mamak," tegas Ade.
Di sisi lain, Datuk Yose juga ketahuan memperjualbelikan lahan dengan modus hibah kepada M Yusuf Tarigan (MYT). Pria 50 tahun itu sudah menggarap 10 hektare lahan yang dulunya hutan menjadi kebun sawit.
Penelusuran petugas, tersangka MYT memperoleh lahan dari pria berinisial R yang saat ini masuk dalam daftar pencarian orang atau buron. Inisial dimaksud merupakan penghubung kepada Datuk Yose.
Modus hibah ini menggunakan surat, kwitansi jual beli dan perjanjian kerjasama. Mereka melakukan kejahatan lingkungan secara sistematis dengan memanfaatkan celah administratif di tingkat lokal.
"Mereka mencoba menyamarkan aktivitas ilegal ini dengan dokumen hibah dan surat adat tapi faktanya seluruh aktivitas dilakukan di kawasan hutan lindung yang statusnya dilindungi oleh undang-undang," ujar Ade.
Hamparan Hutan Tersisip Perambahan
Sebagai informasi, 2 kawasan hutan itu terdapat di perbatasan Riau dengan Sumatra Barat. Menuju lokasi menggunakan kendaraan roda empat berspesifikasi khusus.
Untuk sampai ke lokasi yang hanya beberapa kilometer saja dari jalan besar butuh waktu hingga 2 jam lebih kurang. Selama perjalanan, pohon hutan alam masih membentang cukup luas.
Hanya saja, dalam bentangan itu terdapat tegakan pohon sawit, baik yang sudah besar ataupun baru ditanam. Petakan atau kaplingan perkebunan sawit tidak hanya satu tapi jumlahnya terbilang banyak di daerah yang ditetapkan negara sebagai hutan lindung dan hutan produksi terbatas.
Hutan produksi terbatas masih bisa dikelola oleh masyarakat dengan ketentuan tidak merusak lingkungan. Sementara hutan lindung sama sekali tidak bisa dikelola dengan dalih apapun.
Diduga, perambahan hutan di daerah itu sudah berlangsung lama dan melibatkan banyak pihak. Polda Riau yang saat ini mengusung Green Policing dengan take line 'Menjaga Tuah Melindungi Marawah' berjanji mengusut tuntas. Tidak hanya dengan penegakan hukum tapi juga dengan menumbuhkan kesadaran pentingnya menjaga lingkungan.