Menengok Kampung KDM: Menata Ulang Hidup di Rumah Berdinding Anyaman Kayu

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah korban bencana pergerakan tanah di Desa Mekarsari, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, kini mulai menata hidup baru. Mereka berangsur pindah ke lokasi relokasi yang dinamakan Kampung KDM. 

Hunian tetap (huntap) yang dibangun dengan konsep rumah panggung dari kayu berdinding anyaman bambu ini menjadi jawaban atas kekhawatiran warga yang rumahnya hancur akibat pergerakan tanah pada Desember 2024.

Misbah (50), salah satu warga penerima bantuan, telah menempati rumah baru di Kampung KDM bersama keluarganya. Sekitar satu bulan terakhir mereka sudah tinggal di sana. Rumah sebelumnya di Kampung Cirendeu Pasir dinyatakan berada di zona merah. 

"Kondisi rumah, tembok terbelah, keramik terangkat. Untuk dihuni, kalau musim hujan sudah tidak bisa, takut. Kalau kemarau, mungkin bisa. Sekarang barang-barang sebagian sudah pindah ke sini," tutur Misbah, menceritakan kondisi rumah lamanya, Rabu (3/12/2025). 

Dia mengenang kepanikan saat bencana terjadi. "Di rumah lagi diam saja, tiba-tiba bunyi, kalau malam itu 'trek-trek'. Pas dilihat, keramik sudah pada ngangkat, kamar mandi pada belah. Kami panik, makanya saya ngungsi saja ke rumah orang tua,” tambahnya. 

Kepala Desa Mekarsari M. Ilham Maulana menjelaskan Kampung KDM singkatan yang diberikan warga sebagai bentuk apresiasi kepada Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. 

Dari target 28 rumah, saat ini 26 unit rumah telah berdiri di lahan seluas 2.700 meter persegi yang menampung 21 KK dari Desa Mekarsari. 

"Total semua dari Pak Gubernur ada 20 unit rumah, Pak Bupati 5 unit, dan dari desa kita baru 1 unit. Sekarang sudah 26 unit yang berdiri," jelas Ilham.

Rumah-rumah tersebut dibangun dengan desain unik, yakni rumah panggung berukuran 5x7 meter, dengan ruang utama 5x5 meter dan dapur dan WC seluas 5 meter. Ilham menyebut desain ini adalah permintaan khusus dari Gubernur Jawa Barat. 

"Pak Gubernur langsung meminta supaya pembangunan itu dikembalikan ke ornamen zaman dulu. Inginnya rumah panggung," ujarnya. 

Desain rumah panggung ini berbeda dengan rencana awal BNPB yang mengusulkan bangunan permanen. Menurut Misbah, desain kayu ini memberikan kenyamanan.

"Kalau di sini adem, kalau panas gini kita masuk ke dalam enak adem gitu. Ini karena kayu, jadi tidak dingin kalau malam," tuturnya.  

Anggaran untuk pembangunan ini mencapai ratusan juta rupiah. Meliputi bantuan provinsi sejumlah Rp 800 juta, dengan rincian Rp 40 juta kali 20 unit rumah, bersumber dari CSR Bank BJB.

“Jadi Rp 800 juta itu dari Gubernur, Rp 200 juta dari Bupati, dari desa baru satu di angka Rp 40 juta," jelasnya. 

Misbah, yang kini kembali bekerja sebagai petani sawah dan kebun di sekitar lokasi baru, merasakan manfaat relokasi ini. 

"Paling kita dari rumah yang awal dipindah ke sini. Kita tinggal terima kunci saja, tidak ada biaya tambahan," katanya.

Pihak desa menegaskan, relokasi ke Kampung KDM yang merupakan zona hijau ini adalah upaya pengamanan. Dari total 102 KK korban bencana di Mekarsari, baru 26 KK yang terakomodasi.

"Target kami, bagaimana bisa memindahkan orang yang awalnya di area bencana itu bisa diamankan di Kampung KDM atau seputaran sana. Bilamana ada keadaan yang mendesak atau darurat, bisa ditampung dulu di Kampung KDM,” ujarnya.  

Pembangunan fasilitas kawasan, seperti jalan paving blok, ditargetkan selesai pada 30 Desember. Dia berharap, selain menjadi hunian aman, Kampung KDM dapat menjadi daya tarik. 

"Kami berharap begitu, karena potensi alam di Desa Mekarsari itu layak untuk dikunjungi atau dijadikan tempat wisata. Kalau lihat ke belakangnya dari Kampung KDM itu, tidak jauh dari sana sekitar 300 meter ada view yang bagus, ada kiri kanan sawah, dan view Gunung Gede," tutupnya.