Makam Kesultanan Buton, Jejak Sakral dalam Harmoni Adat dan Spiritualitas di Haroana Baubau

1 day ago 12

Liputan6.com, Jakarta - Di sudut tenggara Indonesia, tepatnya di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, terdapat sebuah tradisi yang tak hanya sarat dengan nuansa spiritual, tetapi juga menjelma menjadi manifestasi budaya yang begitu kuat dan mengakar yakni Ziarah Makam Kesultanan Buton.

Ziarah makam Kesultanan Buton bukan sekadar kunjungan ke tempat peristirahatan terakhir para raja dan sultan terdahulu, melainkan juga sebuah prosesi yang menyatukan nilai sejarah, penghormatan leluhur, dan kekayaan adat istiadat dalam satu rangkaian upacara yang sakral dan penuh makna.

Tradisi ini menjadi bagian integral dari perayaan besar yang dikenal sebagai Haroana Baubau, sebuah pesta budaya tahunan yang dirayakan oleh masyarakat Buton untuk mengenang dan merayakan kebesaran masa lalu sekaligus memperkuat jati diri kultural mereka.

Saat ziarah berlangsung, suasana berubah menjadi sangat khidmat bukan hanya karena tempat yang dikunjungi adalah makam para sultan yang dihormati, tetapi juga karena setiap langkah dan ucapan dalam prosesi ini diiringi oleh doa-doa adat dan nyanyian tradisional yang menggema lembut di antara bebatuan tua dan bangunan bersejarah Kesultanan Buton.

Keunikan dari tradisi ziarah makam ini terletak pada cara masyarakat Buton menyatukan unsur spiritualitas Islam dengan tradisi lokal yang telah mengakar jauh sebelum datangnya agama-agama besar. Dalam setiap ziarah, rombongan masyarakat mengenakan busana adat lengkap, membawa sesajen simbolik yang berisi makanan, bunga, dan dupa, serta dipimpin oleh tokoh adat dan pemuka agama yang bersama-sama memanjatkan doa bagi arwah para sultan.

Makam yang diziarahi umumnya terletak di kawasan benteng tua Buton yang dikenal sebagai benteng terbesar di dunia dalam kategori benteng batu dan memiliki arsitektur khas yang menunjukkan tingginya nilai seni serta keagungan masa silam.

Tak jarang pula ziarah ini diiringi dengan pengibaran bendera Kesultanan, tabuhan gendang, hingga lantunan syair kuno yang menggambarkan kepahlawanan dan kebijaksanaan para sultan terdahulu.

Semua elemen ini menciptakan atmosfer yang tidak hanya penuh rasa hormat, tapi juga menggugah perasaan akan pentingnya melestarikan nilai-nilai luhur dan semangat kepemimpinan tradisional dalam kehidupan modern.

Simak Video Pilihan Ini:

8 Orang Terjebak di Dalam Lubang Tambang Emas di Banyumas

Tradisi

Uniknya, yang membuat ziarah makam Kesultanan Buton menjadi lebih istimewa adalah posisinya sebagai bagian penting dalam rangkaian Haroana Baubau, sebuah festival budaya tahunan yang menjadi ajang unjuk kebesaran adat dan sejarah Buton.

Dalam festival ini, berbagai unsur budaya lokal dipentaskan tarian tradisional, pertunjukan musik rakyat, atraksi kerajinan, hingga pemaparan kisah-kisah sejarah Kesultanan.

Namun puncak kekhidmatan selalu berada pada momen ziarah makam, di mana seluruh masyarakat berkumpul dalam satu kesadaran kolektif bahwa keberadaan mereka saat ini adalah warisan dari perjuangan dan kebijakan para leluhur yang telah membentuk struktur sosial dan kultural Buton selama berabad-abad.

Di sinilah ziarah bukan hanya bentuk penghormatan, tapi juga media pendidikan budaya yang menghubungkan generasi muda dengan akar identitas mereka, dengan cara yang sangat menyentuh dan membumi. Tidak heran jika banyak warga perantauan memilih untuk pulang kampung pada waktu ini, demi ikut serta dalam momen penuh makna yang tidak hanya mempererat hubungan dengan leluhur, tetapi juga mempererat solidaritas komunitas.

Lebih dari sekadar kegiatan tahunan, ziarah makam Kesultanan Buton mencerminkan wajah Islam lokal yang menyatu indah dengan adat, memperlihatkan bahwa agama dan budaya tidak harus berlawanan, melainkan bisa berjalan beriringan dalam keharmonisan.

Tradisi ini juga menjadi bukti bahwa masyarakat Buton memiliki cara unik dalam menjaga warisan spiritual sekaligus historis tanpa mengorbankan nilai-nilai keimanan maupun kearifan lokal. Bahkan, dalam konteks yang lebih luas, tradisi ini dapat menjadi contoh inspiratif tentang bagaimana sebuah komunitas dapat mempertahankan identitas budaya tanpa kehilangan relevansi di era modern.

Bagi para sejarawan, antropolog, maupun wisatawan budaya, ziarah ini menjadi pintu gerbang untuk memahami kompleksitas Buton: sebuah kerajaan maritim yang pernah berjaya di masa lalu, yang kini menyisakan jejak yang masih hidup dalam detak nadi masyarakatnya melalui upacara adat yang begitu terstruktur dan penuh makna.

Dalam dunia yang semakin cepat melupakan akar sejarahnya, ziarah makam Kesultanan Buton adalah bentuk perlawanan halus terhadap amnesia budaya, serta menjadi pernyataan bahwa identitas dan kehormatan leluhur tak akan pernah pudar selama masih ada generasi yang bersedia menjaga dan merawatnya.

Tradisi ini bukan hanya ritual, tetapi juga cermin dari kekuatan ingatan kolektif yang menyatukan masa lalu, kini, dan masa depan dalam satu gerakan budaya yang hidup.

Di setiap langkah menuju makam, di setiap tabur bunga dan lantunan doa, masyarakat Buton seakan berkata Kami tidak melupakan. Dan selama pesan itu terus dijaga, maka arwah para sultan akan tetap hidup dalam jiwa setiap anak negeri yang berjalan di jalan adat dan kehormatan.

Penulis: Belvana Fasya Saad

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |