Kisah Hakim Aceh Tamiang, 3 Hari Terjang Banjir Menuju Medan hingga Ditolong Napi yang Divonis

2 days ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Bencana banjir bandang yang melanda Aceh Tamiang pekan lalu menyisakan kisah mencekam bagi banyak warga. Termasuk para pejabat yang bertugas di sana.

Kisty Widyastuti, hakim Pengadilan Negeri (PN) setempat menceritakan perjuangannya selama tiga hari dua malam terjebak banjir yang melumpuhkan. Dalam kondisi pasrah, dia tak menyangka pertolongan justru datang dari orang tak terduga, yaitu warga binaan (napi) yang pernah ia vonis.

Air Naik Drastis dengan Cepat

Kisty tiba di Aceh Tamiang pada Senin pagi dan sudah disambut hujan deras yang tak henti hingga Rabu hingga genangan mulai muncul. Awalnya, ia mengira hanya banjir biasa. Namun, pada Kamis subuh, pukul 05.00, ia terkejut ketika mendapat kiriman foto lantai satu kantor PN Aceh Tamiang sudah terendam. Sementara kondisi rumah dinasnya, 1,5 jam kemudian mulai dimasuki air hingga mencapai mata kaki.

"Pas saya berdiri itu air sudah semata kaki," kenangnya, saat diwawancarai wartawan di Medan, Rabu (10/12/2025).

Dia mulai panik. Dia bersama tiga rekannya berusaha mengevakuasi diri ke kantor PN. Ketinggian terus naik dengan cepat.

Kisty berniat meninggalkan rumah dinas pukul 07.30, saat air sudah selutut. Tetapi warga menginformasikan air menuju PN sudah setinggi leher dengan arus sangat kencang Tetapi niatnya sudah bulat untuk mencari tempat lebih lama.

Dituntun Warga Binaan yang Pernah Divonis

Saat berjuang mencari jalan evakuasi di tengah arus air yang sudah sepinggang, Kisty dan rekannya bertemu dengan empat orang laki-laki berbaju warga binaan.

Salah satu dari mereka ternyata terpidana kasus pencurian sawit yang pernah ia vonis beberapa bulan lalu. Tak disangka, napi itu langsung memberikan pertolongan pada Kisty dan rekan-rekannya.

"Enggak bisa, Bu, sudah seleher. Kalaupun mau ke kantor, Ibu nebeng boat aja. Di situ ada boat, Bu. Ayo ikut saya, Bu," kata Napi tersebut, yang kemudian mengarahkan mereka untuk mencari perahu evakuasi.

Kisty sempat merasa takut karena vonisnya beberapa bulan lalu pada napi tersebut. Tetapi, dia melihat ketulusan napi tersebut menolong dan bahkan ikut mengantar sampai ke lokasi boat.

Bertahan Hidup dengan Pop Mie Mentah

Sayang, upaya evakuasi ke PN terpaksa dibatalkan karena kondisi air terus meninggi. Kisty, rombongan hakim dan 40 orang lainnya memutuskan bertahan di ruko sebuah bank selama tiga hari dua malam.

Kondisi yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Di ruko gelap gulita itu, dia bersama para pengungsi lainnya hanya bisa berharap mendapat pertolongan. Spanduk mereka jadikan alas untuk sekadar duduk dan melepas lelah. Saat itu, sempat ada yang memberikan empat bungkus Pop Mie dan air mineral kecil. Tak hanya itu, mereka juga makan biskuit dan mi instan mentah.

"Satu Pop Mie itu kami remas, kami kasih bumbu, dimakan bagi empat. Karena kalau isi air kan, kami harus hemat-hemat air," jelasnya.

Kondisi itu membuat warga terpaksa menolong satu sama lain. Bahkan sempat terjadi penjarahan karena banyak yang kelaparan. Warga yang memiliki kompor darurat harus memasak di rooftop dengan membakar kursi kayu karena hujan tak berhenti.

Jalur Evakuasi Ekstrem dan Pelajaran Berharga

Pada hari Sabtu, ketika air bercampur lumpur tebal mulai surut, Kisty dan rombongan memutuskan keluar dan mencari jalan pulang menuju Medan.

Mereka akhirnya dievakuasi menggunakan truk sawit terbuka menuju Salahaji. Lalu melanjutkan perjalanan kapal kayu selama lebih dari dua jam menuju Pangkalan Susu, sebelum akhirnya bisa menghubungi keluarga dan kembali ke Medan.

Banyak pelajaran yang didapat selama itu. Dia terkesan, masih banyak orang tulus meski sama-sama dalam kondisi sulit. Saat ia menitipkan uang Rp200.000 dalam botol kosong untuk ditukar dengan makanan, uang itu dikembalikan, dan ia justru menerima biskuit secara cuma-cuma.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |