Kasus ABG Blora Diduga Buang Bayi , Dinkes Sebut Pemeriksaan Bidan Atas Perintah Penyidik

1 week ago 8

Liputan6.com, Jakarta - Polemik pemeriksaan medis terhadap seorang remaja perempuan berinisial AT (16), anak petani asal Kabupaten Blora berbuntut panjang. Anggota Polsek Jepon dan Polres Blora dilaporkan ke Propam Polda Jawa Tengah.

Peristiwa bermula pada Jumat (4/4/2025). Warga menemukan bayi laki-laki berusia sekitar satu hari dalam kondisi masih hidup di semak-semak pinggir hutan. Bayi tersebut segera dievakuasi dan mendapatkan perawatan medis di RSUD Blora.

Polisi kemudian melakukan penyelidikan. Informasi warga mengarah pada AT sebagai ibu kandung bayi tersebut. Berbekal data itu, kepolisian menemuai dan melakukan pemeriksaan. Bersama polisi turut dihadirkan seorang bidan.

Rupanya, pemeriksaan ini kemudian menjadi masalah. AT merasa tidak diperlakukan baik.

Bidan Periksa AT Atas Permintaan Penyidik

Kepala Dinkesda Blora, Edi Widayat, mengungkapkan bahwa pemeriksaan medis yang dilakukan bidan desa terhadap AT merupakan bagian dari prosedur untuk memastikan apakah seorang perempuan baru saja melahirkan atau tidak.

Pemeriksaan tersebut dilakukan atas permintaan penyidik, dengan dasar surat perintah penyelidikan dari Kapolsek Jepon terkait kasus pembuangan bayi di wilayah Semanggi.

Menurut Edi, secara medis, indikasi setelah persalinan dapat dilihat melalui sejumlah tanda fisiologis tertentu.

“Untuk memastikan seorang perempuan habis melahirkan atau tidak, pemeriksaan biasanya dilakukan pada payudara untuk melihat apakah ada produksi ASI, kemudian pada perut untuk mengetahui adanya perubahan fisiologis setelah persalinan,” jelas Edi kepada Liputan6.com, ditulis Minggu (14/12/2025).

Namun, Edi mengaku tidak mengetahui secara rinci tindakan teknis yang dilakukan di lapangan. Seperti pengakuan pengacara korban yang menyebut adanya pemeriksaan hingga menyentuh organ intim korban.

“Saya tidak mengetahui sampai sejauh itu. Sepengetahuan saya, tidak ada tindakan yang bersifat ekstrem. Tapi teknis di lapangan tentu menjadi kewenangan tenaga medis yang melakukan pemeriksaan,” ujarnya.

Pemeriksaan Diketahui Keluarga dan Didampingi Polwan

Dalam proses tersebut, pemeriksaan terhadap AT diketahui dilakukan dengan sepengetahuan keluarga dan disertai pendampingan seorang polisi wanita (Polwan) dari Polres Blora.

Setelah pemeriksaan awal oleh bidan desa, AT juga dirujuk ke RSUD Blora untuk pemeriksaan lanjutan oleh dokter spesialis kandungan, termasuk pemeriksaan ultrasonografi (USG).

Kasatreskrim Polres Blora, AKP Zaenul Arifin, menegaskan bahwa keterlibatan tenaga medis dan pendampingan Polwan merupakan bentuk kehati-hatian aparat agar proses penyelidikan tetap berada dalam koridor hukum dan prosedur operasional standar (SOP).

“Seluruh proses dilakukan oleh tenaga medis yang berkompeten, dengan pendampingan penyidik PPA dan Polwan. Tidak ada penangkapan ataupun penetapan tersangka. Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan,” tegas Zaenul saat memberikan keterangan di hadapan Wakil Bupati Blora, Kapolres Blora, serta jajaran terkait.

Sementara itu, Polres Blora menyatakan telah melakukan evaluasi internal guna memastikan seluruh tahapan penyelidikan berjalan sesuai SOP. Di sisi lain, Bidang Propam Polda Jateng kini tengah mendalami laporan keluarga AT untuk menilai ada atau tidaknya pelanggaran prosedur oleh anggota di lapangan.

Penjelasan Versi Keluarga Korban

Bangkit kemudian menceritakan cerita pilu yang dialami AT pada 9 April 2025 silam. Saat itu, AT yang sedang berada di rumah, didatangi sejumlah polisi dan bidan. Mereka datang tanpa surat panggilan maupun bukti permulaan yang memadai.

"Langsung dituduh sebagai pelaku pembuangan bayi. Tidak ada pemeriksaan awal, tidak ada surat penggeledahan, dan tidak ada dua alat bukti yang cukup,” ujarnya usai membuat laporan di Bidpropam Polda Jateng.

Tak sampai di situ kesedihan AT. Saat pemeriksaan dilakukan, AT juga diperlakukan tidak manusiawi.

"Diminta membuka pakaian dan mengalami tindakan pemeriksaan fisik yang tidak semestinya dilakukan kepada anak di bawah umur. Pemeriksaan tersebut bahkan menyentuh area sensitif yang sama sekali tidak relevan dan tidak sesuai prosedur,” katanya.

Beberapa hari kemudian, ujar Bangkit, pihaknya menerima hasil pemeriksaan dari RSUD Blora. AT dinyatakan tidak pernah hamil maupun melahirkan. Anehnya, setelah keluarga menerima hasil pemeriksaan, penanganan kasus justru tidak dilanjutkan kepolisian.

"Begitu polisi tahu korban tidak pernah hamil, kasusnya menguap begitu saja. Ini indikasi kuat adanya penyalahgunaan prosedur. Karena itu kami melaporkan oknum Polsek Jepon dan Polres Blora ke Propam Polda Jateng,” tegasnya.

Kejadian ini menimbulkan kecurigaan keluarga bahwa tidak adanya koordinasi antara oknum Polsek dan Polres dalam tindakan tersebut.

"Ini bukan sekadar ulah individu, tetapi ada rantai komando. Bahkan pihak Polres pernah mengatakan supaya masalah ini tidak terlalu dipikirkan. Ini fatal,” ujarnya.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |