Babak Baru Sengketa Lahan di Makassar, GMTD Gugat PT Hadji Kalla

2 days ago 24

Liputan6.com, Jakarta - Sengketa lahan seluas 16,4 hektare di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga, Kota Makassar, memasuki babak baru. Untuk pertama kalinya, PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD) menggugat langsung PT Hadji Kalla ke pengadilan setelah polemik kepemilikan lahan tersebut berlangsung puluhan tahun.

Berdasarkan penelusuran Liputan6.com pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Makassar, gugatan GMTD terdaftar dengan nomor perkara 560/Pdt.G/2025/PN Mks sejak 26 November 2025. Perkara ini dipastikan akan kembali bergulir di meja hijau dalam waktu dekat.

Menanggapi gugatan tersebut, Tim Hukum PT Hadji Kalla menyatakan siap menghadapi seluruh tuntutan hukum yang diajukan GMTD. Hal itu disampaikan dalam konferensi pers di Wisma Kalla, Jalan Jenderal Sudirman, Makassar, Kamis (4/12/2025).

Anggota Tim Hukum PT Hadji Kalla dari Kantor Hukum Hendropriyono and Associates, Ardian Harahap, menegaskan pihaknya akan menjawab dan melawan seluruh dalil gugatan karena dinilai tidak berdasar.

“Kami siap menghadapi gugatan ini karena memiliki bukti historis dan faktual yang kuat. Tanah tersebut tercatat sah sebagai milik klien kami dan terdaftar di Badan Pertanahan Nasional,” kata Ardian.

Menurutnya, PT Hadji Kalla menguasai objek sengketa secara sah. Seluruh alat bukti, termasuk bukti baru, akan disampaikan secara resmi dalam persidangan.

“Untuk menjaga proses hukum berjalan sebagaimana mestinya, seluruh bukti akan kami ungkap di pengadilan,” ujarnya.

Ardian juga mengungkapkan pihaknya tengah menyiapkan langkah hukum pidana terkait dugaan pemalsuan data yang diduga dilakukan pihak GMTD.

“Laporan pidana rencananya akan kami ajukan dalam waktu dekat,” tegasnya.

Dalam perkara perdata ini, Badan Pertanahan Nasional (BPN) turut ditarik sebagai pihak turut tergugat. Menurut Ardian, BPN sebagai institusi penerbit sertifikat akan mempertahankan produk hukum yang telah dikeluarkannya.

“Bukti kepemilikan tertinggi atas tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria adalah sertifikat yang terlebih dahulu terbit, dan itu berada pada klien kami,” katanya.

Ia membantah tudingan penyerobotan lahan. Sertifikat yang dimiliki PT Hadji Kalla disebut diterbitkan secara sah oleh negara melalui BPN Kota Makassar. Dari total 16,4 hektare, empat bidang memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) seluas sekitar 13 hektare, sementara sisanya merupakan satu kesatuan administrasi yang tidak terpisahkan.

“Keseluruhan lahan tersebut merupakan satu rangkaian utuh kepemilikan PT Hadji Kalla,” ujarnya.

Penguasaan Lahan dan Dugaan Rekayasa Perkara

Dari aspek penguasaan fisik, PT Hadji Kalla menegaskan sebagai pemegang hak sah berdasarkan SHGB yang terbit sejak 1996. Sementara sertifikat atas nama GMTD baru terbit pada 2005.

Selama periode tersebut, PT Hadji Kalla disebut telah menguasai lahan secara fisik dengan memasang pagar dan papan nama sejak 2010, menempatkan penjaga lahan, serta rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

“GMTD tidak pernah menunjukkan bukti penguasaan fisik maupun pembayaran PBB. Pembayaran PBB oleh PT Hadji Kalla menjadi indikasi kuat adanya penguasaan dan pemanfaatan lahan,” ujar Ardian.

Tim hukum juga mengungkap dugaan rekayasa perkara dalam sejumlah gugatan GMTD sebelumnya terhadap pihak lain yang objeknya berada di atas lahan milik PT Hadji Kalla.

“Kami menemukan indikasi perkara direkayasa untuk membangun persepsi kepemilikan melalui putusan pengadilan, padahal pihak yang digugat bukan pemegang hak yang sah,” katanya.

Atas temuan tersebut, PT Hadji Kalla memastikan akan menempuh langkah hukum lanjutan.

“Pola seperti ini sering ditemukan dalam praktik mafia hukum pertanahan. Itu yang akan kami lawan melalui jalur hukum,” pungkas Ardian.

Jusuf Kalla Tak Pernah Jadi Turut Tergugat

Sebelumnya, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar, Muhammad Natsir Maudu, menjelaskan bahwa di atas lahan 16,4 hektare yang disengketakan tersebut memang terdapat dua perkara hukum dan dua sertifikat kepemilikan. Anehnya tak ada nama Jusuf Kalla maupun perusahaan miliknya dalam gugatan tersebut.

"Seperti yang disampaikan Pak Menteri, memang ada dua perkara. Perkara perdata antara GMTD dengan Manyomballang Daeng Sosong, itu yang inkracht dan ingin dieksekusi oleh GMTD. Sementara satu perkara lagi adalah perkara TUN antara Mulyono dengan GMTD yang masih tahap kasasi," ujar Natsir beberapa waktu lalu.

Selain perkara hukum, BPN juga mencatat adanya dua sertifikat berbeda di area yang sama. Salah satunya tercatat merupakan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama perusahaan milik Jusuf Kalla.

"Tanah yang mau dieksekusi oleh GMTD ternyata di lokasi tersebut juga terdapat sertifikat HGB atas nama NV Haji Kalla," jelas Natsir.

Kondisi inilah yang membuat sengketa lahan tersebut kian kompleks, karena kedua pihak yakni JK melalui Kalla Group dan PT GMTD, sama-sama mengklaim memiliki dasar hukum dan sertifikat sah atas bidang tanah yang sama.

Terkait pernyataan JK yang menyoroti tidak adanya konstatering sebelum rencana eksekusi lahan oleh GMTD, Natsir membenarkan bahwa proses pengukuran dari BPN belum dilakukan.

Ia menjelaskan, sesuai ketentuan PP Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 93 Ayat 2, setiap pelaksanaan eksekusi lahan berdasarkan putusan pengadilan wajib diawali dengan konstatering atau pengukuran oleh Kantor Pertanahan.

"Sebelum eksekusi putusan pengadilan, Panitera wajib mengajukan permohonan pengukuran ke kantor pertanahan untuk memastikan letak dan batas tanah yang akan dieksekusi. Itu diatur jelas dalam PP 18/2021," terang Natsir.

Meski demikian, BPN Makassar disebut sudah menerima surat permohonan dari pihak pengadilan, namun belum melaksanakan pengukuran di lapangan.

"Kami sudah menerima surat untuk konstatering, tapi pelaksanaannya belum dilakukan," tegasnya.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |