Menikmati Manisnya Gula Kalupu Pulau Kabaena Bertahan Melawan Zaman

1 day ago 14

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah gelombang modernisasi dan industrialisasi yang menyapu banyak tradisi pangan lokal, Pulau Kabaena Sulawesi Tenggara menyimpan satu warisan kuliner yang terus bertahan, hidup dari generasi ke generasi yakni Gula Kalupu.

Sebuah olahan manis yang terbuat dari kelapa dan dimasak dengan cara yang sangat tradisional. Gula Kalupu bukan hanya produk makanan, tetapi juga representasi dari kesabaran, kearifan lokal, dan hubungan harmonis antara manusia dengan alam.

Di desa-desa kecil di Pulau Kabaena, para perempuan seringkali ibu rumah tangga dan petani kelapa masih setia mengolah gula kalupu dengan cara turun-temurun. Dimulai dari pemilihan kelapa yang benar-benar tua, daging buahnya kemudian diparut secara manual.

Diperas hingga menghasilkan santan pekat, lalu dimasak di atas tungku kayu selama berjam-jam dengan api kecil yang terjaga. Tidak ada mesin, tidak ada bahan tambahan kimia, tidak ada pengawet yang ada hanyalah waktu, ketekunan, dan cinta terhadap tradisi.

Keunikan dari gula kalupu terletak pada rasa dan teksturnya yang sangat khas yakni manis alami dari santan yang telah karamalisasi, dengan sentuhan rasa gurih dan aroma asap dari tungku kayu yang menyatu sempurna dalam bentuk gula padat berwarna cokelat tua atau kehitaman.

Teksturnya padat namun mudah dipotong, dengan kilau alami dari minyak kelapa yang muncul di permukaannya. Jika dicicipi, rasa manisnya tidak menyengat seperti gula pasir, melainkan lembut dan berlapis, mengandung kehangatan rasa rumah dan nostalgia masa kecil bagi siapa saja yang pernah tumbuh di pulau itu.

Gula ini biasa dinikmati dengan pisang rebus, ubi, atau sekadar dicicipi langsung sebagai kudapan. Bahkan dalam ritual dan perayaan adat, gula kalupu hadir sebagai simbol kelimpahan dan persembahan kepada leluhur.

Bagi masyarakat Kabaena, membuat gula kalupu bukan sekadar pekerjaan, melainkan bagian dari identitas budaya dan ekspresi kehidupan agraris yang bersahaja. Di balik proses pembuatannya yang sederhana, tersimpan nilai-nilai kehidupan yang mendalam.

Simak Video Pilihan Ini:

Jasad Nelayan Korban Perahu Terbalik di Laut Selatan Kebumen Ditemukan Mengapung

Warisan Keterampilan

Dalam satu adonan gula kalupu, bisa terkandung kerja kolektif satu keluarga atau bahkan satu komunitas kecil. Anak-anak membantu memarut kelapa, kaum lelaki menyiapkan kayu bakar, dan para ibu mengaduk santan selama berjam-jam tanpa henti hingga berubah warna dan mengental sempurna.

Ada keterampilan yang diwariskan secara lisan dan praktik langsung, bukan dari buku resep, tetapi dari pengamatan, kesabaran, dan intuisi yang diasah seiring waktu. Gula kalupu menjadi semacam “madrasah budaya” di mana keterampilan hidup, nilai gotong royong, serta rasa hormat pada alam dan sesama ditanamkan sejak dini.

Setiap kali tungku mulai menyala dan aroma manis menguar dari dapur-dapur bambu, sesungguhnya yang dimasak bukan hanya kelapa, tetapi juga kenangan, semangat, dan jati diri sebagai orang Kabaena.

Kini, di tengah tantangan besar dari makanan cepat saji, bahan kimia, dan produk gula industri, gula kalupu hadir sebagai alternatif yang tidak hanya sehat secara fisik, tetapi juga sehat secara budaya.

Gerakan kembali ke pangan lokal dan alami menjadikan gula kalupu perlahan-lahan mendapatkan tempatnya di pasar-pasar tradisional dan even-even kuliner lokal. Beberapa inisiatif masyarakat muda mulai menggagas cara baru untuk memasarkan gula kalupu, tanpa mengubah esensinya kemasan yang lebih menarik, promosi lewat media sosial, hingga membuka kelas edukasi tentang pembuatan gula tradisional untuk wisatawan.

Pulau Kabaena, yang selama ini dikenal karena tambangnya, kini mulai menunjukkan potensi lain yakni sebagai lumbung cita rasa dan kebijaksanaan kuliner.

Penulis: Belvana Fasya Saad

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |