Hindari PHK Massal, Ratusan Industri Tekstil Bandung Tolak Kebijakan BMAD 

6 hours ago 2

Liputan6.com, Bandung - Beberapa waktu lalu, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) merekomendasikan pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap produk benang filamen sintetik tertentu POY dan DTY yang diimpor dari China. Penerapan kebijakan tersebut dirasa berpotensi memperburuk kondisi industri TPT nasional karena akan menyebabkan peningkatan biaya produksi dan terganggunya penyediaan stok bahan baku, yang akhirnya menekan daya saing pelaku usaha, terutama usaha kecil dan menengah (UKM) yang sangat bergantung pada efisiensi bahan baku impor.

Hal tersebut dikatakan salah satu perwakilan dari 101 pelaku industri dari Perwakilan PT Longdi Sejahtera Indonesia, Amril Firdaus yang juga anggota Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Menurut Amril, apabila rekomendasi tersebut tetap dilakukan, akan membuat para pelaku industri TPT merugi, bahkan dapat gulung tikar yang mengakibatkan 30.000 nasib karyawan akan terkena PHK massal.

"BMAD terhadap produk benang filamen sintetik tertentu POY dan DTY hanya menguntungkan satu atau dua pihak perusahaan akan tetapi dapat membunuh industri TPT dalam negeri bahkan terparahnya akan menimbulkan PHK massal di sektor industri tekstil dalam negeri," tegas Amril.

Rekomendasi KADI juga ditentang 101 pelaku usaha industri TPT di wilayah Bandung, Jawa Barat. Para pelaku industri TPT juga menandatangai petisi penolakan adanya pengenaan BMAD atas impor tekstil dari China dan meminta kepada instansi-instansı terkait untuk mempertimbangkan kembali atas keputusan yang akan dibuat. Selain itu, para pelaku industri TPT juga mengajak kepada seluruh pihak untuk turut serta dalam penolakan pengenaan BMAD terhadap produk POY & DTY dari China. 

Beberapa dampak yang akan terjadi apabila pengenaan BMAD terhadap industri TPT Indonesia tetap akan ditetapkan antara lain, biaya bahan baku dan produksi mengalami kenaikan, kesulitan produsen lokal melakukan penjualan produk, badai PHK dan kehancuran sektor industri TPT Nasional, pengenaan BMAD dapat mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat, memicu masuknya bahan baku secara ilegal dan meningkatkan masuknya barang jadi bekas atau thrifting serta pengenaan BMAD memperberat industri TPT Nasional di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global.

Aturan BMAD

Seperti dikutip dari kanal Bisnis Liputan6.com, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa aturan bea masuk anti dumping (BMAD) akan segera terbit. Besarannya berkisar pada rentang 40-50 persen. Mendag Zulkifli mengatakan, ada beberapa komoditas yang akan dikenakan bea masuk tambahan. Mulai dari produk tekstil, kosmetik, hingga keramik. Dia mengaku telah menerima laporan dari Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) soal besaran bea tambahan.

"Nanti yang keramik, kami sudah rapat, sudah selesai, KADI, komite anti-dumping ya, sudah disampaikan ke saya, lagi saya pelajari, mudah-mudahan besok sudah selesai," ucap Mendag Zulkifli di Cikarang, Bekasi, Selasa (6/8/2024).

Dia mengatakan, bea masuk tambahan itu berkisar 40-50 persen. Setelah proses peninjauan dan ditandatangani olehnya, draf aturan itu akan disetor ke Kementerian Keuangan. "Saya akan kirimkan hasilnya ke Menteri Keuangan ada bea masuk anti-dumping yang rata-rata kira-kira ya 45-50 persen, 40-50 persen dikenakan," ucapnya.

Menteri Zulkifli mencatat, sedikitnya ada 7 komoditas yang diatur. Di antaranya, tekstil dan produk tekstil (TPT), TPT lainnya, pakaian jadi, alas kaki, elektronik, keramik, hingga kosmetik.

Ratusan karyawan pabrik tekstil di Pekalongan, Jawa Tengah memblokir Jalur Pantura. Mereka menuntut pihak perusahaan segera membayarkan gaji selama tiga bula terakhir dan segera memberikan tunjangan hari raya.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |