Liputan6.com, Bandung - Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengimbau warga di empat lokasi di Desa Waringinsari, Kecamatan Takokak, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat (Jabar) terdampak gerakan tanah tipe rayapan agar melakukan pemantauan menerus terhadap perkembangan retakan gerakan tanah yang terjadi.
Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid, berdasarkan hasil penyelidikan di lapangan, kejadian bencana gerakan tanah tersebut memiliki kecepatan yang lambat berupa rayapan dan nendatan juga longsoran-longsoran kecil pada kaki lereng atau tebing yang terjal.
"Informasi warga dan aparat desa setempat kejadian gerakan tanah (longsor) di empat lokasi tersebut terjadi pada hari Rabu tanggal 4 Desember 2024 sekitar pukul 9.00 WIB setelah hujan dengan intensitas tinggi dan durasi yang cukup lama," ujar Wafid dalam keterangan tertulisnya, Bandung, Minggu (26/1/2025).
Gerakan tanah di ke empat lokasi tersebut juga merupakan gerakan tanah lama yang aktif kembali dengan kejadian terakhir pada bulan November 2017 dan 24 November 2024 berakibat 35 bangunan mengalami kerusakan, lebih dari 50 bangunan terancam dan akses jalan rusak.
Empat kampung yang terdampak gerakan tanah itu, antara lain Kampung Cibuluh RT.01 RW.04 Desa Waringinsari, Kampung Sukarama RT.02 RW.05, Kampung Buniwani RT.03 RW.05, Kampung Cimanggu RT.01 RW.05 Desa Waringinsari, Kampung Datar Peuteuy RT.04 RW.03 Desa Waringinsari dan Kampung Pasirkupa RT.01 RW.02 Desa Waringinsari.
"Untuk saat ini, bangunan yang terancam (Warna Kuning) masih bisa ditempati namun penghuni atau dan masyarakat agar selalu melakukan pemantauan menerus terhadap perkembangan retakan," kata Wafid.
Wafid menambahkan jika terjadi perkembangan yang menerus pada retakan dan amblasan, warga agar segera mengungsi dan melaporkan ke pemerintah daerah setempat.
Apabila retakan dan amblasan terus berkembang dan meluas, maka bangunan tersebut sebaiknya direlokasi ke tempat yang lebih aman.
"Mengingat curah hujan yang masih tinggi dan masih adanya potensi gerakan tanah di daerah tersebut, untuk menghindari terjadinya longsor susulan yang lebih besar dan jatuhnya korban jiwa maka disarankan masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di lokasi bencana serta pengguna jalan agar meningkatkan kewaspadaan terutama pada saat dan setelah terjadi hujan lebat dengan durasi yang cukup lama," sebut Wafid.
Wafid menerangkan secara umum gerakan tanah yang terjadi di lokasi berupa gerakan tanah tipe lambat, maka pembangunan pemukiman dan sarana prasarana menggunakan kontruksi ringan atau non permanen agar tidak terlalu membebani lereng.
Jika ada tanda-tanda retakan tanah, segera ditutup dengan tanah liat dan dipadatkan untuk memperlambat masuknya air ke dalam tanah.
"Tidak membuat genangan, kolam atau tampungan air kecuali dengan kontruksi kedap air. Melancarkan aliran air permukaan dengan membuat saluran air atau drainase utama yang cukup luas dan dalam, untuk mengurangi kejenuhan tanah dan menurunkan muka air tanah," ungkap Wafid.
Warga juga diimbau agar memelihara atau mempertahankan, menanam dan memperbanyak tanaman keras berakar kuat dan dalam secara berjenjang untuk memperkuat lereng
Wafid meminta pada masa mendatang soal perbaikan jalan, penataan aliran permukaan atau sistem drainase dan pengelolaan air sesuai aturan atau kaidah teknis yang berlaku.
"Melakukan penataan sistem drainase dengan sistem aliran yang kedap, serta mengalihkan aliran menjauhi retakan atau area yang terdampak," sebut Wafid.
Sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah dan gejala-gejala yang mengawalinya perlu ditingkatkan sebagai upaya mitigasi bencana gerakan tanah.
Selain itu, masyarakat setempat dihimbau untuk selalu mengikuti arahan dari pemerintah daerah setempat dalam penanganan bencana gerakan tanah.
"Diperlukan peralatan pemantaun gerakan tanah (LEWS) untuk memberikan informasi peringatan dini bahaya gerakan tanah," tukas Wafid.