Batam Rawan Kekerasan Seksual dan TPPO, LPSK Soroti Minimnya Perlindungan Korban

8 hours ago 4

Liputan6.com, Batam - Kejahatan transnasional seperti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan kekerasan seksual menjadi sorotan utama dalam pertemuan antara Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan Komisi XIII DPR RI di Batam, Selasa (2/7/2025).

Dalam diskusi Intensif beserta mitra Komisi XIII muncul gagasan menjadikan Batam sebagai proyek percontohan sistem perlindungan korban kejahatan.

Ketua LPSK Irjen Pol (Purn) Achmadi mengungkapkan bahwa penderitaan korban kejahatan sangat kompleks dan memerlukan pendekatan yang menyeluruh, tidak hanya dari LPSK, tetapi juga lewat kolaborasi antarlembaga. Terutama di daerah strategis dan rawan seperti Kepulauan Riau, perlindungan korban menjadi kebutuhan mendesak.

“Dimensi perlindungan terhadap korban sangat luas. Penderitaan mereka beragam dan sering tidak terlihat. Ini masalah mendasar yang perlu ditangani serius,” ujar Achmadi usai audensi bersama salam kunjungan kerja Komisi XIII ke Batam, Selasa (2/7/25).

Ia menyoroti kondisi Batam sebagai pintu keluar-masuk aktivitas ilegal, mulai dari TPPO hingga kekerasan seksual domestik. Namun, infrastruktur perlindungan masih minim. Ketiadaan rumah aman (safe house) dan kantor perwakilan LPSK di wilayah seperti Anambas atau Natuna membuat korban kerap terabaikan.

Achmadi mengungkapkan bahwa LPSK tengah mengupayakan pembentukan kantor penghubung di Batam untuk mempermudah akses masyarakat terhadap layanan perlindungan.

“Langkah awal sudah kami lakukan, termasuk komunikasi dengan Wali Kota Batam. Kami ingin menjangkau lebih banyak korban, terutama di wilayah kepulauan yang sulit dijangkau,” jelasnya.

Simak Video Pilihan Ini:

Detik-Detik Pembanting Bayi hingga Tewas Ditangkap Polisi

Batam Bisa jadi Pilot Project

Ia juga menekankan pentingnya peningkatan sosialisasi, karena rendahnya permohonan perlindungan bukan berarti kasusnya tidak ada—melainkan karena korban tidak tahu hak dan cara mengakses bantuan.

“Banyak korban tidak tahu mereka bisa mengajukan langsung ke LPSK. Ini pekerjaan rumah kita bersama.” terangnya.

Ketua Komisi XIII DPR RI, Aditya Willy, menilai Batam memiliki potensi kuat untuk dijadikan pilot project sistem perlindungan saksi dan korban. Lokasinya yang strategis serta tingginya kasus TPPO dan kekerasan seksual menjadi indikator penting.

“Ini bukan sekadar urusan hukum, tapi tentang melindungi martabat manusia. Batam punya potensi kuat sebagai percontohan nasional,” tegasnya.

Ia juga menyinggung terkait usulan perlunya reformasi struktural di tubuh LPSK, termasuk membentuk perwakilan di daerah agar tidak hanya bergantung pada jaringan relawan seperti Sahabat Saksi dan Korban.

Salah satu gagasan menarik yang muncul adalah pembentukan victim trust fund—skema penggalangan dana publik untuk membantu korban, terutama di wilayah-wilayah rawan. Menurut Aditya, publik memiliki kekuatan moral dan finansial yang bisa dilibatkan dalam upaya perlindungan korban.

“Negara memang punya keterbatasan anggaran. Tapi publik bisa dilibatkan, baik secara moril maupun materil.” Welly.

Ia juga menyambut baik masukan dari lembaga lain, seperti Ombudsman RI, yang menyarankan LPSK memiliki struktur hingga tingkat provinsi layaknya KPID. Semua masukan ini akan dikaji lebih lanjut dalam rapat panitia kerja (Panja) maupun forum diskusi Di DPR-RI.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |