Liputan6.com, Jakarta - PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada Jumat, 18 Oktober 2024.
Mata acara RUPSLB adalah permohonan persetujuan atas rencana Adaro melepas seluruh kepemilikannya pada PT Adaro Andalan Indonesia (AAI), perusahaan batu bara termal. Perseroan berencana melakukan transaksi penjualan atas sebanyak-banyaknya seluruh saham yang dimiliki Perseroan pada AAI sejumlah 7.008.202.240 saham melalui pelaksanaan Penawaran Umum Oleh Pemegang Saham berdasarkan POJK 76/2017 (PUPS). PUPS akan dilaksanakan secara bersamaan atau berkesinambungan dengan proses penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) AAI.
Harga penawaran PUPS adalah sebesar Volume Weighted Average Price (Harga Rata-Rata Tertimbang) yang terbentuk setelah penutupan perdagangan di hari pencatatan saham AAI di bursa, dengan ketentuan bahwa harga penawaran final serendah-rendahnya akan menggunakan harga pasar wajar saham AAI berdasarkan hasil penilaian dari Penilai Independen. Dan, setinggi-tingginya sebesar 107,5% dari hasil penilaian dari Penilai Independen, sesuai dengan batasan kewajaran yang diatur POJK 35/2020.
Sehingga, nilai rencana transaksi secara keseluruhan serendah-rendahnya adalah sebesar USD 2,45 miliar, atau setara dengan 31,8% dari total ekuitas Perseroan.Kemudian, setinggi-tingginya adalah sebesar USD 2,63 miliar yang setara dengan 34,1% dari total ekuitas perseroan, dengan asumsi setiap pemegang saham perseroan melakukan pemesanan saham yang ditawarkan dalam PUPS sesuai dengan rasio pemesanan.
Catatan saja, pembeli adalah para pemegang saham Perseroan yang terdaftar pada Tanggal Pencatatan dan memilih untuk membeli saham Adaro Andalan Indonesia dari Perseroan.
Dalam hal pemegang saham AAI tersebut bukan merupakan pemegang saham Perseroan yang termasuk dalam daftar pemegang saham Perseroan pada tanggal tertentu yang akan diumumkan pada Prospektus PUPS, maka pemegang saham AAI tersebut tidak termasuk dalam pemegang saham yang dapat melakukan pembelian saham AAI yang ditawarkan oleh Perseroan dalam PUPS.
Dicecar Bursa Soal Divestasi AAI, Begini Jawaban Adaro Energy
Sebelumnya, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) berencana menjual sebanyak-banyaknya seluruh saham PT Adaro Andalan Indonesia (AAI) yang dimiliki oleh perseroan. AAI merupakan suatu perseroan terbatas yang 99,99 persen sahamnya dimiliki secara langsung oleh perseroan.
Rencana transaksi dilakukan melalui mekanisme penawaran umum atas saham AAI sesuai peraturan perundangan-undangan pasar modal yang berlaku, termasuk POJK 76/2017. Perseroan berencana menyelenggarakan RUPSLB secara tatap muka dan daring (hybrid) pada 18 Oktober 2024 untuk meminta restu pemegang saham mengenai rencana transaksi ini.
Sehubungan dengan rencana tersebut, Bursa Efek Indonesia (BEI) meminta penjelasan lebih lanjut mengenai dampaknya bagi kelanjutan bisnis ADRO. Hal itu mengingat kontribusi AAI yang cukup signifikan terhadap pendapatan ADRO selama ini.
Sekretaris Perusahaan PT Adaro Energy Indonesia Tbk, Mahardika Putranto menegaskan, divestasi AAI tidak berdampak terhadap kegiatan operasional perseroan, perseroan menjalankan kegiatan aktivitas kantor pusat dan konsultasi manajemen.
Sehingga perseroan tetap dapat melakukan investasi pada bidang-bidang energi lainnya. Setelah divestasi AAI, secara terkonsolidasi perseroan masih memiliki investasi di bidang pertambangan batu bara metalurgi dan batuan, energi, utilitas dan infrastruktur pendukung serta pengolahan mineral yang didukung oleh sumber daya dan potensi yang dimilikinya.
"Ke depannya, Perseroan berharap dapat berkontribusi dalam pengembangan beberapa proyek yang dapat mendukung ekonomi hijau yang sedang dikembangkan di Indonesia," ujar Mahardika dalam keterbukaan informasi Bursa, Rabu (2/10/2024).
Kelangsungan Usaha
Divestasi AAI juga tidak akan mengganggu kelangsungan usaha perseroan. Perseroan akan memfokuskan kegiatan usahanya pada bisnis non-batu bara termal dan bisnis hijau Perseroan.
Di mana rencana transaksi dapat membantu bisnis non-batu bara termal dan bisnis hijau Perseroan untuk mendapatkan akses yang lebih luas terhadap sumber pembiayaan, biaya pendanaan yang lebih kompetitif, serta memberikan akses yang lebih baik ke rekanan bisnis potensial peringkat atas untuk proyek-proyek ramah lingkungan yang sedang dikembangkan oleh Perseroan.
Bisnis non-batu bara termal dan bisnis hijau Perseroan merupakan bisnis yang tidak tergantung kepada bisnis batu bara termal dan berpotensi menjadi pendorong utama pertumbuhan bagi perseroan ke depannya. Inisiatif ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif pada pendapatan dan laba bersih.
"Perseroan berencana untuk terus secara strategis melakukan ekspansi dan diversifikasi pada bisnis non-batu bara termal. Hal ini akan menciptakan portofolio bisnis yang lebih seimbang dan perlindungan yang lebih baik bagi Perseroan di seluruh fase siklus bisnis serta menjadi kontributor penting terhadap penciptaan nilai jangka panjang Perseroan," imbuh Mahardika.
Perubahan Kegiatan Usaha
Usai pelepasan AAI, perseroan tidak mengalami perubahan kegiatan usaha. Perseroan tetap akan menjalankan kegiatan aktivitas kantor pusat dan konsultasi manajemen terhadap anak- anak perusahaan eksisting Perseroan, di luar grup usaha AAI.
Lebih lanjut, Perseroan secara terkonsolidasi masih tetap memiliki investasi di bidang pertambangan batu bara metalurgi dan batuan, serta pengolahan mineral melalui PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR), energi, utilitas dan infrastruktur pendukung yang ditopang oleh sumber daya dan potensi yang dimilikinya dan kedepannya Perseroan akan lebih mengembangkan proyek-proyek yang ada saat ini dalam bidang energi yang mendukung program ekonomi hijau pemerintah Indonesia.
Adapun proyek-proyek yang masih berjalan setelah pelepasan AAI adalah proyek-proyek yang saat ini sedang dijalankan oleh pilar Adaro Minerals (di bawah ADMR) dan pilar Adaro Green.
Di antaranya adalah proyek pengembangan pertambangan batu bara metalurgi, proyek pengolahan aluminium dengan kapasitas 500 ktpa di Kaltara Industrial Park, proyek pembangkit listrik tenaga angin dengan kapasitas 70 MW di Kalimantan Selatan, dan pembangkit listrik tenaga air dengan kapasitas 1.375 MW di Kalimantan Utara.