Liputan6.com, Jakarta - Pantai Kedonganan, Jimbaran, Bali, kembali menjadi lokasi tumpukan 'sampah kiriman'. Pasir putih yang membentang di depan pasar ikan terkenal itu nyaris tak terlihat karena limbah plastik sekali pakai yang menutupi hampir seluruh area.
Menanggapi situasi ini, organisasi lingkungan Sungai Watch menyerukan aksi darurat untuk membersihkan sampah tersebut. “Pantai Kedonganan dibanjiri sampah, situasinya mendesak 🚨,” tulis mereka di Instagram, Jumat (3/1/2025).
Organisasi ini mengajak masyarakat Bali untuk ikut serta dalam aksi bersih-bersih yang digelar pada 4 dan 5 Januari 2025.
"Ini bukan hanya sekadar aksi bersih-bersih, tetapi seruan untuk bertindak. Mari tunjukkan kepada pemerintah Indonesia kekuatan komunitas kita dan pentingnya tindakan nyata atas masalah ini," tegas mereka.
Jadwal kegiatan meliputi pembersihan di Pantai Kedonganan pada Sabtu, 4 Januari 2025, pukul 07.00–12.00 WITA, dan pada Minggu, 5 Januari 2025, pukul 07.00–11.00 WITA serta 14.00–17.00 WITA. "Setiap bantuan berarti. Daftar sekarang melalui tautan di bio kami," ajak mereka lebih lanjut.
Pantai Kedonganan jadi Titik Krisis Sampah
Sungai Watch mencatat, gelombang sampah ini sudah menjadi fenomena rutin di Pantai Kedonganan. Dalam sebuah unggahan Instagram pada 24 Desember 2024, Co-founder Sungai Watch, Gary Bencheghib, menggambarkan pantai ini sebagai salah satu lokasi terparah di Jimbaran.
"Sampah berserakan dari Four Seasons hingga dermaga Kedonganan," ujarnya.
Gary juga menunjukkan limbah plastik seperti cangkir multilayer dan cangkir sekali pakai yang banyak ditemukan di lokasi. Pihaknya berencana melakukan audit untuk melacak asal limbah ini, yang diduga kuat berasal dari Pulau Jawa. Namun, gelombang ombak terus membawa limbah kembali ke laut, memperparah kondisi.
Aksi Bersih-Bersih dan Imbauan Mendesak
Pada 25 Desember 2024, Sungai Watch melaporkan hasil aksi bersih-bersih di Pantai Kedonganan yang berhasil mengumpulkan 2.914 kg sampah. Gary menegaskan, jika masyarakat Bali—baik penduduk lokal maupun wisatawan—peduli terhadap lingkungan, mereka harus bertindak sekarang juga.
Fenomena sampah kiriman ini kerap terjadi selama musim hujan antara Desember hingga Maret, di mana hujan lebat dan angin tinggi membawa limbah dari sungai ke garis pantai. Situasi ini semakin memperburuk citra Bali sebagai destinasi wisata internasional.
Bali dan Status Destinasi "Tidak Layak Dikunjungi"
Masalah sampah yang berkepanjangan ini turut memengaruhi reputasi Bali di mata dunia. Panduan perjalanan Fodor, melalui "Fodor's No List 2025," memasukkan Bali sebagai salah satu destinasi yang tidak layak dikunjungi tahun ini. Alasannya adalah kegagalan Pulau Dewata dalam menangani krisis sampah plastik yang menggerogoti lingkungan dan budaya lokal.
Menurut Fodor, pembangunan pariwisata yang masif dan tidak terkendali telah merusak habitat alami Bali, menciptakan apa yang mereka sebut sebagai "kiamat plastik." Hubungan antara industri pariwisata dan keberlanjutan lingkungan di Bali dinilai berada dalam titik kritis, di mana prioritas terhadap pengalaman wisatawan justru mengorbankan kesejahteraan penduduk setempat.
Dengan berbagai tekanan ini, aksi-aksi seperti yang diinisiasi oleh Sungai Watch menjadi sangat penting untuk memulihkan Bali dari krisis lingkungan yang terus memburuk.