Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa keuangan (OJK) mengaku telah melakukan pemeriksaan atas dugaan perdagangan semu atau manipulasi pada saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Inarno Djajadi mengatakan, pihanya telah melakukan pemeriksaan sejak tahun lalu. “Iya (dari tahun lalu),” kata Inarno kepada wartawan di Gedung Bursa, Kamis (7/11/2024).
Sayangnya, Inarno enggan menjawab lebih lanjut mengenai hasil dari pemeriksaanperdagangan semu saham BREN yang dilakukan OJK. Inarno menjelaskan, kelanjutan investigasi perdagangan semu sebenarnya tidak menemui masalah, termasuk soal pembagian saham.
Menurut dia, hingga saat ini terbukti bahwa pihak-pihak yang terlibat memang tidak memiliki afiliasi. Sebelumnya, dua saham Prajogo Pangestu, BREN dan CUAN diperiksa oleh otoritas terkait sehubungan dengan peningkatan harga signifikan. Bursa menduga ada transaksi semu.
Namun, Bursa masih melakukan investigasi dan terbuka dental berbagai kemungkinan. Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Kristian Manullang mengatakan, jika ada temuan indikasi manipulasi, Bursa akan berkoordinasi dengan otoritas Jasa Keuangan (OJK). Nantinya, laporan yang akan disampaikan Bursa akan ditelaah lebih lanjut oleh OJK.
"Kalau ada temuan indikasi manipulasi, akan kami koordinasikan dengan OJK. Laporan yang kami sampaikan akan diperiksa lebih dalam oleh OJK untuk membuktikan indikasi manipulasi yang kami laporkan atas saham tertentu," imbuh Kristian.
Geger Saham BREN Tak Penuhi Free Float hingga Terdepak dari FTSE, BEI Godok Aturan Baru
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana melakukan perubahan aturan mengenai saham beredar atau free float. Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menjelaskan, inisiatif ini berkaca pada ketentuan free float yang membuat saham BREN dikeluarkan dari indeks FTSE.
Penghapusan saham BREN pada indeks FTSE disebutkan lantaran empat pemegang saham mengendalikan 97 persen dari total saham yang diterbitkan oleh Barito Renewables Energy. Hal ini tidak memenuhi ketentuan mengenai free float restrictions yang berkaitan dengan konsentrasi pemegang saham utama (high shareholder concentration).
"Berkaitan dengan ketentuan free float, saat ini kami juga sedang melakukan kajian dan pendalaman untuk usulan penyesuaian, khususnya mengenai ketentuan free float saat pencatatan perdana," kata Nyoman kepada wartawan, Selasa (24/9/2024).
Salah satu hal yang dipertimbangkan Bursa adalah terkait kriteria kepemilikan saham yang diperhitungkan sebagai free float saat pencatatan perdana. Di mana Bursa ingin memfokuskan pada jumlah saham yang ditawarkan kepada publik.
"Hal itu akan kami tuangkan dalam rancangan perubahan peraturan dan akan kami mintakan pertimbangan kepada publik," imbuh Nyoman.
Mengenai penghapusan BREN dari indeks FTSE, Bursa enggan berkomentar lebih. Nyoman mengatakan, ketentuan untuk dapat masuk ke dalam indeks FTSE Russell equity indices diatur oleh FTSE Russell.
Sehingga keputusan tersebut merupakan wewenang dari pihak FTSE Russell untuk menentukan saham mana yang dapat masuk ke dalam indeks tersebut sesuai dengan ketentuan yang dimiliki.
"Bursa Efek Indonesia (BEI) senantiasa melakukan evaluasi dan pengembangan atas peraturan Bursa agar tetap relevan terhadap kondisi terkini dalam dinamika pasar modal dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan investor, peningkatan kualitas perusahaan tercatat dan daya tarik serta best practices di antara bursa global lainnya," pungkas Nyoman.
Manajemen BREN Angkat Bicara Usai Terdepak dari Indeks FTSE
Sebelumnya, manajemen PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) memberikan penjelasan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait saham BREN yang keluar dari indeks FTSE dan mendorong saham BREN turun hampur 20 persen.
Mengutip keterbukaan informasi ke BEI, ditulis Senin (23/9/2024), perseroan menjelaskan mengenai empat pemegang saham yang memiliki 97 persen saham BREN. Empat pemegang saham berdasarkan prospectus IPO itu antara lain PT Barito Pacific Tbk sebesar 64,66 persen, Green Era Energy Pte Ltd sebesar 23,60 persen, Jupiter Tiger Holdings sebesar 4,36 persen dan Prime Hill Funds sebesar 4,36 persen.
Direktur dan Sekretaris Perusahaan Barito Renewables Energy Merly menuturkan, pihaknya sudah sampaikan secara resmi kepada bursa dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada proses penerbitan saham perdana atau initial public offering (IPO) pada 2023.
"Pada saat IPO, kepemilikan saham oleh empat pemegang saham tersebut adalah sebagaimana yang telah diungkapkan di dalam pernyataan pendaftaran prospectus dan dokumen lainnya untuk keperluan IPO,” tulis Merly.
Setelah IPO hingga 19 September 2024, terdapat perubahan sebagaimana yang diuraikan antara lain kepemilikan saham BREN oleh PT Barito Pacific Tbk tetap 64,66 persen. Demikian juga kepemilikan saham BREN oleh Green Energy Pte Ltd tetap 23,60 persen.
Sementara itu, kepemilikan saham BREN oleh Jupiter Tiger Holdings turun menjadi 3,941 persen dari sebelumnya 4,365 persen. Lalu Prime Hill Funds menjadi 3,761 persen dari 4,365 persen. Dengan demikian total jumlah kepemilikan saham per 19 September 2024 yang disediakan oleh KSEI menjadi 95,97 persen dari sebelumnya 97 persen.
Saham Free Float
Merly juga menyampaikan, pihaknya telah memberikan informasi lengkap mengenai status pengendalian dan afiliasi dari semua pihak yangt ercatat sebagai pemegang saham Perseroan sebelum dan pada saat IPO pada 2023. “Kami tidak menambahkan informasi baru karena semua sudah sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku serta terungkap dalam laporan yang relevan,” ujar Merly.
Selain itu, berdasarkan data harian per 19 September 2024 yang disediakan untuk emiten oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah saham yang memenuhi persyaratan free float berdasarkan ketentuan bursa adalah sebesar 15.601.235.234 saham atau 11,66 persen.
Merly menyampaikan, jumlah ini tidak mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan dengan persentase free float berdasarkan prospectus IPO yang menyebutkan jumlah saham free float adalah sebanyak 15.694.413.334 saham atau 11,73 persen.
"Perseroan akan terus memantau kepatuhan terhadap aturan free float yang ditetapkan oleh bursa,” ujar Merly.
Terkait high shareholder concentration, Merly mengatakan, FTSE Russell merupakan lembaga independen yang memiliki kriteria, persyaratan dan aturan yang diterapkan sebelum memutuskan masuk atau keluarnya suatu saham dalam indeks FTSE.
"Dalam hal ini, Perseroan bersifat pasif dan tidak memiliki kewenangan apapun yang dapat mempengaruhi keputusan yang diterbitkan FTSE,” ujar dia.