Liputan6.com, Jakarta - Merger antara GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan Grab Holdings Ltd Grab kembali menjadi sorotan pasar, memicu spekulasi besar terhadap prospek saham GOTO. Belakangan, dikabarkan para pihak menargetkan kesepakatan selesai pada 2025.
Analis menilai jika kesepakatan ini benar-benar terjadi, dampaknya bisa sangat signifikan, baik dari sisi bisnis maupun pergerakan saham. Dari perspektif industri, Pengamat pasar Modal sekaligus Founder Stocknow.id, Hendra Wardana mengatakan penggabungan atau merger dua raksasa transportasi digital ini akan memperkuat dominasi di Asia Tenggara, mengurangi persaingan langsung, dan meningkatkan efisiensi operasional.
"Dengan ekosistem yang lebih besar, sinergi bisnis di sektor ride-hailing, layanan keuangan digital, dan e-commerce bisa lebih optimal. Namun, tantangan besar juga mengintai, mulai dari potensi hambatan regulasi anti monopoli hingga tantangan dalam mengintegrasikan budaya perusahaan yang berbeda," kata Hendra kepada Liputan6.com, Selasa (4/2/2025).
Dari sudut pandang investor, Hendra mencermati optimisme terhadap GOTO semakin kuat. Sejak awal tahun 2025, saham GOTO telah menguat 18% secara year-to-date (YTD), mencerminkan keyakinan pasar terhadap perbaikan kinerja perusahaan. Hal ini didukung oleh laporan keuangan 9M24 yang menunjukkan peningkatan pendapatan 11% yoy menjadi Rp 11,6 triliun, serta perbaikan laba usaha dan laba bersih yang masing-masing tumbuh 76,7% yoy dan 52,7% yoy.
"Lebih penting lagi, Adjusted EBITDA GOTO hampir mencapai titik impas di -Rp13 miliar, mendekati target positif di 2024. Jika tren ini berlanjut, bukan tidak mungkin GOTO akan mencetak EBITDA positif pada 2025, membuka peluang bagi investor institusi untuk masuk lebih dalam," ulas Hendra.
Prospek Saham GOTO
Dari sisi teknikal, saham GOTO saat ini berada dalam tren positif dengan resistance kuat di level 91. Jika mampu breakout dari level ini, saham berpeluang besar menguji level psikologis 100.
Bloomberg sendiri memperkirakan valuasi saham GOTO dalam skenario merger bisa mencapai lebih dari Rp 100 per lembar, dengan Grab disebut-sebut menargetkan akuisisi pada valuasi lebih dari USD 7 miliar. Dengan sentimen merger yang semakin intens dan potensi profitabilitas yang semakin nyata, investor perlu mencermati momentum ini.
"Jika GOTO benar-benar mencapai EBITDA positif dan merger terealisasi, bukan tidak mungkin saham ini akan kembali menarik perhatian pasar dan mendekati harga IPO-nya. Namun bagi trader jangka pendek, level 91 menjadi kunci, karena breakout dari level ini bisa membuka ruang kenaikan yang lebih besar," imbuh Hendra.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Rencana Merger
Grab, yang terdaftar di Nasdaq, dan GoTo, yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dikenal sebagai penyedia layanan transportasi online dan pengantaran makanan.
Keduanya telah beberapa kali membahas kemungkinan merger dalam beberapa tahun terakhir. Para analis melihat merger ini sebagai sesuatu yang sulit dihindari karena kedua perusahaan memiliki bisnis yang sangat mirip.
Merger ini juga diperkirakan akan memperkuat ambisi fintech kedua perusahaan serta membantu mereka mengatasi kerugian akibat persaingan yang semakin ketat. Dengan bergabung, mereka bisa membentuk aliansi yang lebih kuat dalam menghadapi pesaing besar seperti Uber Technologies Inc (NYSE:UBER).
Kedua perusahaan ini didukung oleh SoftBank Group Corp. dari Jepang. Grab, yang melantai di Nasdaq melalui merger dengan perusahaan akuisisi bertujuan khusus (SPAC) pada 2020, memiliki valuasi sebesar USD 18,28 miliar berdasarkan harga penutupan Senin.
Sementara itu, valuasi GoTo mencapai sekitar Rp 85,85 triliun (USD 5,25 miliar). Merger GOTO-Grab Bukan Isu Baru Kabar penggabungan dua raksasa teknologi ini bukan hal baru. Sebelumnya, kabar serupa berembus satu tahun lalu atau sekitar awal Februari 2024.
Saat itu, Pengamat Pasar Modal Desmond Wira memperingatkan bahwa bagaimanapun, GOTO dan Grab adalah dua entitas yang tengah merugi, meski diakui ada peningkatan kerja.
"Dua perusahaan yang sama-sama sakit parah karena rajin bakar duit. Jika GOTO-Grab jadi merger, nilai market cap mencapai Rp 304 triliun," kata Desmond dalam pemberitaan Liputan6.com saat itu.
Kuasai Pangsa Pasar
Dengan kapitalisasi pasar sebesar itu, GOTO-Grab akan menguasai pangsa pasar lebih dari 80 persen di Indonesia, alias monopoli. Bagi perusahaan, lanjut Desmond, akan menjadi baik karena tak perlu lagi andalkan strategi bakar uang. Artinya, terjadi efisiensi dari sisi pembiayaan atau cost.
"Lower cost ini ujungnya berpotensi peningkatan profit. Tapi konsumen akan menjadi pihak dirugikan karena akan bayar lebih mahal untuk menggunakan atau membeli produk jasa perusahaan," kata Desmond.
Senada, Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi menilai baik GOTO dan Grab sama-sama memiliki tren kinerja fundamental ke arah positif. Mengingat kabar merger ini belum mendapat konfirmasi resmi baik dari GOTO maupun Grab, maka membaiknya kinerja masing-masing dinilai menjadi pertimbangan keduanya untuk melanjutkan rencana merger.
"Peluang merger ada, tapi kalau masing-masing dalam kondisi positif tentu agak sulit menemukan alasan mengapa harus konsolidasi. Apalagi pasar Indonesia yang utamanya dipegang Goto dan Grab," kata Heru.
Para pemegang saham utama kedua perusahaan disebut telah mendukung kesepakatan dan mendorong perundingan mengenai merger. Opsi-opsi yang telah dijajaki oleh perusahaan-perusahaan tersebut juga mencakup pemisahan pasar-pasar utama mereka, dengan Grab mendapatkan kendali atas basis mereka di Singapura dan beberapa pasar lainnya, sementara GoTo tetap memegang kendali di Indonesia.
Di sisi lain, valuasi nampaknya menjadi hambatan utama dalam kesepakatan. Kekhawatiran lainnya termasuk struktur kesepakatan dan tata kelola. "Kalau merger, karena pemain utama, langkah juga tidak cepat karena tentu harus menghadap KPPU untuk dievaluasi lebih dulu," tukas Heru.