Liputan6.com, Batam - Investor Singapura, Kevin Koh dan pengusaha Rury Afriansyah mengeluhkan pengelolaan lahan di Batam oleh BP Batam. Mereka menyampaikan keluhannya ke Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Batam. Mereka menyoroti rumitnya birokrasi dan dugaan praktik mafia lahan yang melibatkan Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Koh, sebenarnya sudah berinvestasi hampir tiga dekade di Batam. Namun ia merasa frustrasi terhadap pengelolaan lahan di wilayah tersebut. Perusahaannya mengelola lahan dua hektare selama 25 tahun dengan konsep pembangunan hijau. Dan ia gagal memperpanjang hak pengelolaan lahan. Permohonan perpanjangannya sejam sebelum masa berlaku habis tak menemukan jawaban.
“Kami mencoba memperpanjang sesuai prosedur, tetapi alasan dari BP Batam terus berubah-ubah. Bahkan saat pandemi COVID-19, pengurusan dokumen semakin sulit karena akses ke kantor BP Batam dibatasi,” kata Koh.
Koh juga sudah pernah membantu penyelesaian kasus hukum dan BP Batam menang saat itu.
“Saya membantu mereka menang dalam kasus besar, tetapi saat saya membutuhkan bantuan, semua tetap berbelit,” ujarnya.
Ia tak merinci kasus hukum yang membelit BP Batam sehingga sebagai pengusaha ia harus membantu. Ia juga tak menyebut bentuk bantuan yang diberikan
Setelah BP Batam tak merespon, kondisi Koh diperburuk gangguan dari preman yang menghalangi renovasi di lahannya. Atas hal ini, ia melapor ke polisi, namun polisinjug tak mau merespon.
"Belakangan saya menerima Bahkan tawaran tidak resmi untuk membayar 6,3 juta dolar agar perpanjangan penggunaan lahan diproses. Ini saya tolak. Praktik ini jelas memperburuk citra investasi di Batam. Saya ingin bisnis berjalan secara resmi dan transparan,” kata Koh.
Simak Video Pilihan Ini:
Kisah Nelangsa Istri Pengawal Soekarno Melahirkan di Penjara Pascaperistiwa 1965 (G30SPKI)
Kontrak Belum Habis, Hotel Sudah Dihancurkan BP Batam
Sementara itu, pengusaha Rury Afriansah, juga melapor bahwa lahan 30 hektare yang dikelolanya diputus secara sepihak oleh BP Batam sebelum masa alokasinya habis. Menurut Rury, 10 hektare dari lahannya habis masa berlaku pada 2018, sementara 20 hektare sisanya pada 2023. Namun, permohonan perpanjangan yang diajukan sejak 2018 tak direspons.
“Anehnya, lahan yang belum habis masa berlakunya sudah dialokasikan ke pihak lain. Kami menduga ada upaya menjual lahan kami,” kata Rury.
Rury menemukan bukti komunikasi antara BP Batam dan perusahaan lain terkait alokasi lahan tersebut. Bukti ini akan ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR RI. Selain itu, ia juga melaporkan penghancuran gedung hotel miliknya yang berada di lokasi tersebut.
“Kami siap mengungkap dugaan mafia lahan yang telah merugikan pengusaha lokal dan asing di Batam,” katanya.
Menanggapi keluhan ini, Ketua KADIN Kota Batam, Jadi Raja Guguk, menyatakan bahwa masalah tumpang tindih lahan di Batam sudah lama terjadi dan sering kali melibatkan BP Batam sebagai regulator.
“Investor dirugikan akibat pengelolaan lahan yang tidak jelas. Ini harus diselesaikan melalui dialog dan mediasi, bukan konflik,” katanya.
Menurutnya, BP Batam seharusnya fokus pada tujuan utama untuk menarik investasi, membangun infrastruktur, dan mendukung pengusaha lokal.
KADIN Batam berencana mengadakan diskusi kelompok terarah (FGD) bersama BP Batam dan pihak terkait lainnya untuk mencari solusi.
Ia juga berharap pengelolaan BP Batam dipimpin oleh profesional yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, bukan oleh politikus.
Sementara itu, Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam, Tuti Ariastuti Sirait, saat dikonfirmasi terkait keluhan para investor, menyatakan akan mengecek hal itu.
“Nanti saya cek,” ujar Tuti melalui sambungan telepon pada Sabtu (16/11/2024).