Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan penghentian sementara atau suspensi pada saham PT Singaraja Putra Tbk (SINI) dan PT Metro Realty Tbk (MTSM). Penghentian sementara saham SINI dan MTSM lantaran terjadi peningkatan harga kumulatif yang signifikan.
“Sebagai bentuk perlindungan bagi Investor, BEI memandang perlu untuk melakukan penghentian sementara perdagangan saham SINI dan MTSM pada perdagangan tanggal 22 Oktober 2024,” mengutip pengumuman Bursa, Selasa (22/10/2024).
Penghentian sementara perdagangan saham SINI dan MTSM dilakukan di pasar reguler dan pasar tunai. Tujuannya, yakni untuk memberikan waktu yang memadai bagi pelaku pasar dalam mempertimbangkan secara matang berdasarkan informasi yang ada dalam setiap pengambilan keputusan investasinya di saham SINI dan MTSM.
Merujuk data RTI, saham SINI ditutup naik 9,24 persen ke posisi 5.200 pada Senin, 21 Oktober 2024. Dalam sepekan, SINI naik 44,85 persen dan naik 494,29 persen sejak awal tahun atau secara year to date (YTD).
Sementara saham naik 10,00 persen pada Senin ke posisi 220. Dalam sepekan, MTSM naik 141,76 persen namun turun 14,06 persen ytd.
Sebelum suspensi, Bursa mengumumkan adanya pergerakan harga saham di luar kebiasaan (unusual market activity/UMA) pada saham-saham tersebut. Sehubungan hal itu, Bursa mengimbau kepada para investor untuk memperhatikan jawaban perusahaan tercatat terkait atas permintaan konfirmasi bursa. Selain itu, juga mencermati kinerja perusahaan tercatat dan keterbukaan informasinya.
Investor juga diimbau untuk mengkaji kembali rencana corporate action perusahaan tercatat apabila rencana tersebut belum mendapatkan persetujuan RUPS. Serta mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang dapat timbul kemudian hari sebelum melakukan pengambilan keputusan investasi.
IHSG Era Prabowo Diramal Tembus 8.650
Sebelumnya, memasuki pemerintahan baru era Prabowo, pergerakan investor asing menarik untuk diperhatikan. Head of Institutional Research Sinarmas Sekuritas, Isfhan Helmy mengatakan, investor asing diharapkan untuk menunggu dengan hati-hati selama 100 hari pemerintahan Prabowo sebelum mengalihkan portofolio mereka kembali ke saham Indonesia.
Dengan demikian, pergerakan ringan pada IHSG untuk kuartal IV 2024 harus diantisipasi, dengan target IHSG 12 bulan kami sekarang ditetapkan pada 7.900 berdasarkan P/E 13,2x (-0,5 di bawah P/E rata-rata 5 tahun). Sementara itu, target IHSG bullish kami adalah 8.650 (berdasarkan P/E 14,4x, atau tepat pada rata-rata 5 tahun).
"Kita masih lihat bahwa at least tahun depan dengan headwinds yang ada seperti ini, seperti misalnya dari sisi fiskal itu ada pajak yang mungkin dinaikkan ada macam-macam kemungkinan ,base case kita ini kita pasang di 7.900 dengan P/E masih sekitar sedikit di bawah rata-rata 5 tahun. Jadi base case kita 7.900 dan bull case kita 8.650 untuk (IHSG) tahun depan," kata Isfhan dalam webinar Equity & Fixed Income Outlook - Navigating a Changing Landscape," Senin (21/10/2024).
Sementara itu, dia menyarankan investor untuk berhati-hati melewati musim pendapatan kuartal III 2024 mendatang sebelum membuat beberapa perubahan besar pada portofolio. "Kami akan menilai pilihan utama kami setelah musim pendapatan," imbuh Isfhan.
Perdagangan Kemarin
Pada perdagangan hari ini, Senin 21 Oktober 2024, IHSG naik 0,16 persen ke posisi 7.772,596. IHSG dibuka pada posisi 7.760,191 dan bergerak pada rentang 7.739,887-7.795,087. Merujuk data RTI, frekuensi perdagangan saham di Bursa tercatat sebanyak 1.42 juta kali. Volume saham yang ditransaksikan yakni 25,87 miliar lembar senilai Rp 10,55 triliun. Sebanyak 303 saham menguat, 270 saham turun, dan sisanya 228 saham bergerak stagnan atau mengalami perubahan 0,00 persen.
Mengenai aliran dana asing, Isfhan mencatat asing banyak melakukan nett sell pada saham perbankan. Dalam catatannya, kuartal II 2024 merupakan periode terburuk bagi sektor perbankan dalam waktu yang lama, karena investor asing banyak menjual saham bank-bank besar menyusul langkah mengejutkan dari Bank Rakyat Indonesia (BBRI) untuk menaikkan biaya kredit setahun penuh menjadi 3% guna mengatasi meningkatnya NPL bruto.