Gundah Gulana Mahasiswa Universitas Bandung: Rugi Waktu dan Biaya, Hak Pendidikan Dipertaruhkan

1 day ago 9

Liputan6.com, Bandung - Masalah di Universitas Bandung dirasa sangat berdampak bagi mahasiswa. Mereka cemas dengan nasib perkuliahannya, sebagian lain malah sudah pindah kampus. Orang tua khawatir akan hak pendidikan anaknya kian terancam ketika polemik di perguruan tinggi swasta itu terus berlarut.

Merah, bukan nama sebenarnya, adalah mahasiswa diploma tiga (D-3) semester 5 Prodi Rekam Medis Informasi Kesehatan (RMIK). Di semester ini, ada 10 mata kuliah yang telah terjadwal dan mestinya ia ikuti, tapi proses pembelajaran terhambat setelah sejumlah dosen berhenti mengajar lantaran tak digaji lebih dari 6 bulan. Misalnya, mata kuliah Metode Penelitian, kata Merah. 

Sejak awal semester pada Oktober 2024 lalu sampai kiwari, mahasiswa baru mengikuti dua kali pertemuan saja. Sisanya, dosen pengampu hanya memberikan tugas dan isian absensi. Padahal menurutnya, semester akhir adalah waktu krusial sebab memuat banyak mata kuliah yang mestinya diisi praktik, tapi tidak terlaksana karena banyak perkuliahan yang diganti pembelajaran terbatas lewat daring.

“Sangat terdampak, harusnya banyak praktik, tapi waktu perkulihaan semester 5 baru dimulai saja dosen-dosen sudah ada yang menyatakan mogok,” katanya, Minggu (5/1/2025).

Mahasiswa tingkat akhir juga seharusnya mulai fokus pada persiapan Uji Kompetensi Nasional atau Ukomnas calon lulusan tenaga kesehatan. Perkuliahan yang dinilai amburadul turut menghambat persiapan tersebut.

“Harusnya sekarang itu saya sudah fokus ke pelatihan Ukomnas,” katanya. ”Sedikitnya, ada sekitar 3-4 mata kuliah (yang terganggu). Padahal menurut saya mata kuliah itu adalah mata kuliah yang benar-benar penting untuk nanti saya kerja,” imbuhnya.

Jadwal Ujian Tengah Semester (UTS) juga diaku ngaret. Sepengetahuannya, UTS harusnya berlangsung Desember 2024 lalu, tapi jadwalnya mundur ke tengah Januari 2025, itupun diaku masih belum pasti. Belum lagi agenda Praktik Kerja Lapangan (PKL) ke rumah sakit. Jika kondisi tak membaik, dirinya khawatir jadwal PKL yang terjadwal di ujung semester jadi ikut molor.

Selain hak pendidikan yang tidak terpenuhi secara ideal, dirinya juga merasa rugi secara waktu, pun biaya. Terlebih, dia bukan asli warga Kota Bandung. Keluarganya di Garut, sementara selama ini ia harus berbagi tempat dengan saudara di Bandung. Bisa mengenyam bangku kuliah, bagi keluarganya, bukanlah perkara mudah.

“Saya tuh takut gak bisa lulus tahun ini gara-gara kasus ini, teman-teman ada beberapa yang udah mulai pindah ke kampus lain supaya bisa lulus tahun sekarang. Rugi waktu, karena sudah bener-bener ketinggalan,” kata dia.

Tangisan Orang Tua dan Beban Pikiran

Mantan Rektor Universitas Bandung, BR, diketahui ditahan setelah diduga terlibat korupsi dana Program Indonesia Pintar (PIP). Kejaksaan Negeri Bandung mengumumkan penetapan tersangka pada 26 November 2024. Pasca penahanan tersebut, keuangan kampus diaku gegar.

Satu dari total dua fakultas yang ada di Universitas Bandung ditutup, yakni Fakultas Administrasi Bisnis. Sebanyak 2.000 mahasiswa yang mayoritas penerima beasiswa PIP itu dipindah ke kampus lain. Perpindahan mahasiswa diaku berdampak pada penurunan pendapatan kampus, kian parah sebab kucuran dana PIP pun disetop.

Kondisi itu diaku membuat puluhan dosen di Fakultas Kesehatan dan Teknik (FKT) terdampak, mereka tak digaji selama 6 bulan. Hal itu akhirnya menjadi pangkal yang mengganggu perkuliahan sekitar 300 mahasiswa fakultas tersebut, satu di antaranya ialah Merah.

Orang tua mahasiswa dikabarkan pernah datang ke kampus guna memastikan nasib anak-anaknya. Pertemuan antara orang tua dan pihak kampus misalnya berlangsung pada Desember 2024. Orang tua Merah turut ikut dalam pertemuan tersebut.

“Mereka sengaja datang dari Garut, menyempatkan datang setelah kerja karena pertemuan itu di hari kerja”.

Orang tuanya menangis, kata Merah. Mereka turut khawatir dengan masalah yang tengah terjadi di Universitas Bandung, mencemaskan kelanjutan kuliah anaknya. 

“Sangat kecewa, nangis mereka. Kecewa ke kampus karena hak saya sebagai mahasiswa kurang terpenuhi. Kami tidak pernah telat bayar kuliah, selalu mengusahakan untuk membayar tepat waktu,” ungkap Merah.

Merah, juga ratusan mahasiswa lainnya, berharap segera mendapat kejelasan. Ia ingin perkuliahan kembali normal sampai akhirnya bisa lulus. Tapi, jika memang kebijakan yayasan atau kampus tidak sesuai harapan, Merah merasa harus siap jika mesti pindah.

Meski di sisi lain, itupun diakui jadi beban pikiran baru bagi Merah beserta keluarga, cemas jika biaya kuliah di tempat lain lebih mahal. Saat ini, biaya kuliah per semester Merah di Universitas Bandung itu sekitar Rp 4 juta. “Kami takut lebih mahal dari ini. Kami juga kan bukan dari keluarga yang berpunya,” katanya.

Sejak mula, Merah ingin bisa mandiri dan membantu keluarga dengan bekerja di rumah sakit. Alasan itu pula yang mendorongnya kuliah di Universitas Bandung, terlebih ia punya saudara yang lebih dulu kuliah di universitas yang dulunya masih bernama Akademi Perekam Medis & Informatika Kesehatan Bandung (Apikes).

“Pas saya masuk namanya sudah ganti jadi Poltekkes YBA. Setelah digabung dengan STIA Bandung, berubah jadi Universitas Bandung”, “Kata saudara saya bagus, sudah terkenal di kalangan rumah sakit, peluang kerjanya banyak,” kata Merah.

Masalah yang terjadi di Universitas Bandung akhirnya tidak hanya membuat Merah merasa dirugikan secara waktu maupun ancaman hak pendidikan lainnya, tapi juga turut menjadi beban pikiran dia dan keluarga.

Tak Semata Salah Dosen

Kondisi yang dialami Merah dan ratusan mahasiswa lainnya dinilai bukan semata kesalahan dosen. Mahasiswa bahkan mengaku bisa mengerti ketika sebagian dosennya memilih mogok mengajar. Demikian misalnya diakui oleh Fatan. 

Tak digaji selama lebih dari enam bulan tentu bukanlah hal mudah, terlebih sejumlah dosen diketahui tak punya pekerjaan lain di luar Universitas Bandung. “Jadi, mereka memilih berhenti untuk mengajar terlebih dahulu sampai hak mereka terpenuhi oleh pihak yayasan,” katanya saat diwawancarai secara terpisah.

“Mahasiswa sudah melakukan pergerakan di bulan November (2023), datang ke yayasan untuk melakukan audiensi. Yayasan menerima cukup baik. Yang dikecewakan itu yayasan memberikan janji-janji yang sampai saat ini belum dipenuhi,” imbuh Fatan.

Salah satu perwakilan pegawai yang aktif bersuara dan memperjuangkan haknya, Riki Hardiansyah, turut menegaskan bahwa sebagian pegawai, termasuk tenaga pengajar, memang memaksakan diri bekerja meski belum menerima gaji. Pertimbangannya, kata dia, adalah mahasiswa.

“Ada beberapa dosen yang mogok mengajar. Itupun kemudian kita siasati, diganti dulu dosen yang mogok itu, karena kasihan mahasiswa, dan kita harus bertanggung jawab,” kata Riki saat ditemui di Kampus 1, Universitas Bandung, 29 Desember 2024 lalu. 

Di kalangan pegawai ada kesepakatan untuk tetap bekerja setidaknya hingga Ujian Tengah Semester (UTS) berakhir pada Januari 2025 ini. Orang tua mahasiswa pun mulai resah. Keresahan mereka disebut mulai memuncak pasca Fakultas Administrasi dan Bisnis, Universitas Bandung, ditutup 2023 lalu.

“Mereka (orang tua mahasiswa) sudah dua kali datang ke sini, saya yang menghadapi,” katanya. “Kasihan mahasiswa, nanti siapa yang ngurus? Makanya kita fokus beresin sampai UTS,” imbuh Riki.

Riki menegaskan, bukan hanya masalah gaji yang kini harus segera diselesaikan pihak yayasan, tapi mereka pun wajib menjamin keberlanjutan kuliah di perguruan tinggi swasta tersebut.

“Kita di sini ngurus mahasiswa, orang tua yang sudah percaya menitipkan anaknya ke kita, sudah percaya dari dulu. Di sini, sudah terkenal dengan lulusan rekam medis, masa sih akan dirusak gara-gara sekarang ini? Masa sih mahasiswa itu akan ditelantarkan gitu aja?” kata Riki.

Apa Upaya Pihak Yayasan?

Universitas Bandung merupakan penggabungan dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Bandung dengan Politeknik Kesehatan (POLTEKKES) YBA Bandung. Di sana hanya ada dua fakultas. Pertama, Fakultas Administrasi Bisnis yang berlokasi di Kampus 2, Jalan Muararajeun Lama No. 51, Cihaur Geulis, Cibeunying Kaler, Kota Bandung). Kedua, Fakultas Kesehatan dan Teknik berlokasi di Kampus 1 daerah Cipagalo.

Diketahui, universitas tersebut diselenggarakan oleh Yayasan Bina Administrasi (YBA). Ketua Umum YBA, Uce Karna Suganda, menyampaikan bahwa pihak yayasan bukan tidak melakukan usaha untuk membenahi persoalan di Universitas Bandung. Dia menjelaskan, saat ini ada beberapa langkah yang dilakukan untuk membayar upah pegawai. 

Salah satunya adalah dengan menjual aset yaitu bangunan Kampus 1 yang berlokasi di Jalan Cipagalo Girang No 24, Margasari, Kota Bandung. "Tapi belum ada yang nawar. Kalau itu laku sudah beres semuanya,” katanya saat dihubungi, Senin, 30 Desember 2024 lalu.

Selain itu, solusi lain yang bakal ditempuh ialah membuka prodi baru dan menjaring investasi. “Bayangkan 2.000 mahasiswa hilang, pendapatan dari mahasiswa tidak ada. Ditutup 2023”. Sementara, di Fakultas Kesehatan Teknik, katanya, hanya tersisa sekitar 300 mahasiswa. Pendapatan dari fakultas itu diaku tidak cukup membayar upah pegawai.

Uce menegaskan, pihak yayasan akan berupaya mempertahankan kampus Universitas Bandung supaya tidak tutup.

“Makanya saya balikan, ada tidak pemasukan, kan tidak ada? Nah, untuk mengatasi itu kita kerjasama, kita rencananya akan bangun prodi baru sehingga bisa menerima mahasiswa baru lagi. Semoga Januari ini, kalau mahasiswa sudah masuk, target dari tim kita sih 1000-an dulu. Di samping itu, kita mencari investasi, semoga bisa kerjasama, bisa stabil lagi, bisa membayar gaji,” katanya.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |