Liputan6.com, Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi menerbitkan dan memberlakukan Peraturan Nomor I-K tentang Pencatatan Efek Beragun Aset Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif sejak Selasa, 16 Oktober 2024.
Hal itu selaras dengan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65/POJK.04/2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Beragun Aset, serta mengakomodasi dinamika pengembangan di pasar modal.
Sebelumnya, peraturan mengenai pencatatan Efek Beragun Aset (EBA) diatur dalam Peraturan Pencatatan Efek Nomor I.G, yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Surabaya Nomor SK-006/LGL/BES/VII/2006 tanggal 18 Juli 2006. Seiring dengan perkembangan pasar dan kebutuhan harmonisasi regulasi, peraturan tersebut secara resmi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan pembaruan melalui Peraturan Nomor I-K.
"Hal ini bertujuan untuk menciptakan kerangka regulasi yang lebih komprehensif dan relevan dengan kondisi pasar modal saat ini," mengutip pengumuman Bursa, Senin (21/10/2024).
Salah satu poin penting dalam Peraturan Nomor I-K adalah upaya BEI untuk mempermudah mekanisme pencatatan EBA dan meningkatkan keterbukaan informasi.
Manajer investasi diwajibkan menyampaikan dokumen pencatatan melalui sistem elektronik yang implementasinya akan ditetapkan lebih lanjut oleh BEI. Selain itu, terdapat ketentuan khusus terkait persyaratan pelaporan berkala untuk memastikan transparansi dan pengawasan ketat terhadap EBA yang telah tercatat.
BEI juga mensyaratkan peringkat investment grade bagi EBA yang akan dicatatkan sebagai upaya pelindungan investor dan memberikan kepastian kelayakan investasi produk yang ditawarkan. Untuk memastikan kelancaran implementasi peraturan baru ini, BEI menerapkan masa transisi bagi Manajer Investasi dalam penyampaian dokumen pencatatan.
Selama masa transisi, Manajer Investasi masih diperbolehkan menyampaikan dokumen dalam bentuk elektronik (softcopy) melalui compact disk (CD), hard disk, atau media elektronik sejenisnya hingga Surat Edaran terkait penyampaian dokumen melalui sistem elektronik diterbitkan oleh BEI.
Dorong Lebih Banyak Penerbit EBA
Masa transisi ini memungkinkan pelaku pasar untuk tetap menjalankan kewajiban pencatatannya tanpa mengganggu operasional. Selain itu, BEI memberikan insentif berupa potongan tarif biaya pencatatan tahunan sebesar 50% untuk EBA selama lima tahun pertama sejak tanggal pemberlakuan peraturan ini, yakni mulai 16 Oktober 2024-16 Oktober 2029.
Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak penerbit Efek Beragun Aset untuk mencatatkan produknya di BEI sehingga dapat meningkatkan pilihan investasi bagi para investor yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan likuiditas pasar.
Melalui pemberlakuan Peraturan Nomor I-K, BEI berharap dapat mendorong jumlah pencatatan EBA sehingga dapat mendukung pertumbuhan pasar modal Indonesia secara berkelanjutan.
BEI juga berkomitmen untuk terus meningkatkan standar perlindungan investor di pasar modal Indonesia agar sejalan dengan praktik global yang berlaku. Peraturan nomor I-K secara lengkap dapat diakses melalui website BEI www.idx.co.id > Peraturan > Peraturan BEI atau www.idx.co.id/id/peraturan/peraturan- bei/.
BSI dan SMF Resmi Luncurkan Efek Beragun Aset Syariah Perdana di BEI
Sebelumnya, Efek Beragun Aset syariah (EBAS) yang pertama di Indonesia, yakni EBAS-SP SMF-BRIS01 hasil kerjasama antara PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) telah resmi dicatatkan di Bursa Efek Indonesia pada Senin, 19 Juni 2023.
Hadirnya EBAS dengan skema surat partisipasi ini menjadi gebrakan baru dalam investasi syariah sehingga dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah di negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Seremoni pencatatan perdana EBAS-SP SMF-BRIS01 di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang juga sekaligus peluncuran produk terbaru di pasar keuangan nasional, dilakukan secara resmi oleh Wakil Presiden RI KH. Ma’ruf Amin.
Adapun, yang hadir dalam kesempatan tersebut Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama BSI Hery Gunardi, Direktur Utama PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Ananta Wiyogo, Direktur Utama BEI Iman Rachman dan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi.
Wapres Ma’ruf Amin menuturkan, kehadiran EBAS-SP SMF-BRIS01 ini diharapkan bermanfaat untuk kemaslahatan umat secara menyeluruh, karena dapat menjadi pilihan instrumen investasi syariah baru bagi masyarakat selain saham, sukuk, dan reksa dana.
Diharapkan Beri Multiflier Effect
Ma'ruf Amin berharap, kehadiran EB AS-SP SMF-BRIS01 yang menjadi produk terbaru sekaligus yang pertama di Indonesia ini dapat memberikan multiplier effect yang positif terhadap perekonomian dan keuangan syariah di Tanah Air.
Selain itu mendukung langkah Pemerintah dalam pengembangan industri halal, di mana BSI diharapkan terus menjadi lokomotif yang mendorong kemajuan bagi ekonomi dan keuangan syariah Indonesia.
Menurut ia, peluncuran EBAS tersebut menjadi sumber alternatif pembiayaan di sektor perumahan bagi perusahaan dan juga sebagai alternatif investasi bagi masyarakat selain sukuk, saham, dan reksadana syariah.
"Ini merupakan satu instrumen keuangan untuk kredit perumahan. Kita harapkan ini menambah instrumen keuangan syariah," kata Ma'ruf Amin kepada awak media, Senin (19/6/2023).
Penerbitan EBA
Sementara itu, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, penerbitan EBAS-SP SMF-BRIS01 mendukung program-program pemerintah dalam memenuhi kebutuhan perumahan bagi masyarakat, sekaligus dapat memperdalam instrumen investasi di industri keuangan syariah di Indonesia.
"Penerbitan EBAS-SP SMF-BRIS01 diharapkan mendorong inklusi pasar keuangan dan pasar modal di Indonesia. Selain itu, dapat menjadi pilihan instrumen investasi syariah baru yang kompetitif dan menarik bagi masyarakat,” kata pria yang akrab disapa Tiko.
EBAS-SP SMF-BRIS01 merupakan efek hasil proses transaksi sekuritisasi aset pembiayaan rumah senilai Rp 325 miliar milik BSI yang diterbitkan oleh SMF. EBAS-SP SMF-BRIS01 mengantongi peringkat AAA dari Pefindo dan imbal hasil yang kompetitif yaitu 7 persen.
Produk ini diterbitkan dalam 2 tranches yaitu Kelas A yang ditawarkan melalui mekanisme penawaran umum dan Kelas B sebagai kelas subordinasi yang berfungsi melindungi Kelas A.
Sekuritisasi aset pembiayaan rumah milik BSI yang diterbitkan SMF senilai Rp 325 miliar telah mampu terserap dengan baik oleh investor ritel, korporasi dan berbagai yayasan dana pensiun, bahkan oversubscribed sampai dengan 126 persen.
Ini menjadi bukti bahwa animo investor dan para pelaku keuangan syariah sangat tinggi terhadap diversifikasi investasi syariah yang aman, cepat dan mudah. Terlebih, imbal hasil yang ditawarkan mencapai 7 persen, lebih tinggi di atas rata-rata investasi seperti deposito, sukuk maupun reksadana.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi menuturkan, pihaknya sangat mendukung program pemerintah dalam memperkuat pembiayaan perumahan dengan skema syariah serta berkomitmen untuk terus membangun ekonomi keumatan melalui skema dan business model yang tepat, sehingga peran perbankan syariah benar-benar nyata dalam berkontribusi bagi kemajuan ekonomi di Tanah Air.
Dapat Animo Besar dari Investor
"Alhamdulillah produk terbaru ini mendapat animo yang besar dari para investor dan para pelaku keuangan syariah termasuk investor ritel di Indonesia. Kami juga mengapresiasi dukungan dari Pemerintah dan regulator untuk dapat mendorong inklusi pasar keuangan dan pasar modal syariah di Indonesia, sehingga menciptakan manfaat ganda ke seluruh sektor, serta menambah alternatif instrumen investasi syariah baru bagi masyarakat,” kata Hery.
Bagi BSI, sekuritisasi aset ini merupakan salah satu strategi Bank Syariah Indonesia dalam me-recycle aset yang memiliki pertumbuhan cukup tinggi dan bertenor panjang yaitu salah satunya adalah pembiayaan perumahan atau Griya.
Secara yoy tumbuh sebesar 14,79 persen atau mencapai Rp 49 triliun pada kuartal I 2023. Dalam transaksi sekuritisasi aset ini pula, Bank Syariah Indonesia mengalami perubahan fungsi sebagai pemberi pembiayaan menjadi originator (pemilik awal dari portofolio yang disekuritisasi) dan collecting atau servicing agent. Hal tersebut memberikan benefit tambahan bagi BSI, yaitu sebagai tambahan likuiditas, efisiensi CKPN serta peningkatan fee based income.
"Peluncuran EBAS-SP SMF-BRIS01 merupakan momentum baru bagi kemajuan industri perbankan syariah di Indonesia. BSI siap mengawal instrumen EBAS-SP SMF-BRIS01 sebagai gebrakan baru untuk pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia,” tegas Hery.